Oleh: hurahura | 13 November 2017

Soekmono dan Satyawati, Dua Arkeolog Pertama Bangsa Indonesia

Soekmono-satyawati-1R. Soekmono (kiri) dan Satyawati Suleiman (kanan)/Foto diambil dari panel pameran Kedatuan Sriwijaya di Museum Nasional

Generasi “zaman now” mungkin belum mengenal nama R. Soekmono dan Satyawati Suleiman. Mereka berdua adalah arkeolog-arkeolog pertama, sama-sama lulus dari Universitas Indonesia (UI) pada 1953. R. Soekmono arkeolog pertama secara keseluruhan, sementara Satyawati Suleiman, perempuan pertama yang menjadi arkeolog. Soekmono menulis skripsi Candi Merak, sementara Satyawati Suleiman tentang Candi Penataran.


Pakar candi

Pak Soek, demikian biasa dipanggil oleh rekan, bawahan, dan mahasiswanya, lahir di Ketanggungan (Brebes) pada 14 Juli 1922. Setelah lulus pada 1953, ia langsung diangkat sebagai Kepala Dinas Purbakala Republik Indonesia. Kedudukan yang cukup bergengsi karena sebelum itu dijabat oleh orang-orang Belanda. Jabatan itu terus dipangkunya hingga 1973. Pada 1970 ia dipercaya pemerintah untuk memimpin Proyek Pemugaran Candi Borobudur, sebuah proyek besar yang didanai oleh pemerintah RI dan UNESCO.

Di tengah-tengah kesibukannya memimpin suatu proyek besar, pada 1974 ia menyelesaikan disertasinya, Candi, Fungsi dan Pengertiannya di Universitas Indonesia. Pada bidang studi inilah keahlian dan pengalaman beliau dapat diuji, terutama pengetahuannya mengenai candi-candi di Indonesia. Pada 2017 disertasinya itu dibukukan oleh penerbit swasta sehingga dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah.

Pengalaman beliau pada Proyek Pemugaran Candi Borobudur menjadikannya seorang ahli mengenai bangunan candi yang sedang ditanganinya. Di dunia internasional pengetahuan beliau mengenai konservasi bangunan monumental banyak dipakai. Beberapa jabatan yang berkaitan dengan masalah-masalah konservasi banyak disandangnya.

Kesibukannya sebagai “praktisi arkeologi” tidak menjadikannya lupa akan dunia akademis. Pengetahuannya yang luas mengenai Sejarah Kebudayaan Indonesia, diamalkannya di ruang kuliah Universitas Indonesia, Universitas Gajah Mada, Universitas Udayana, dan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru di Batusangkar sebagai Dosen Luar Biasa (1953-1978). Pada 1978 beliau dikukuhkan sebagai Gurubesar Arkeologi pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Kemudian pada 1986-1987 sebagai Gurubesar tamu di Rijksuniversiteit te Leiden, Belanda.

Pak Soek juga dikenal sebagai ahli tentang Sriwijaya. Pada 1954 ia melakukan ekspedisi ke Sumatera. Dari ekspedisinya itu, ia berpendapat bahwa pada masa Śrīwijaya garis pantai Sumatera bagian timur terletak di daerah pedalaman. Di Jambi terdapat sebuah teluk, sedangkan kota Palembang terletak di ujung sebuah semenanjung. Pendapatnya ini terus dipertahankan hingga akhir hayatnya. Soekmono meninggal pada 9 Juli 1997.


Ibu Leman

Satyawati Suleiman atau lebih dikenal dengan panggilan Ibu Leman atau Ibu Yati di kalangan sahabatnya, dilahirkan di Bogor pada 7 Oktober 1920. Ia lulus sebagai sarjana arkeologi dari Universitas Indonesia pada 1953. Namun mulai bekerja di Dinas Purbakala sejak 1948. Di kalangan arkeolog, Satyawati Suleiman dikenal sebagai ahli Ikonografi (seni arca). Di luar itu pengetahuannya mengenai benda-benda tinggalan budaya masa lampau sangat luas.

Pada 1954 bersama-sama R.P. Soejono, Uka Tjandrasasmita, Boechari, Basoeki dan para arkeolog Belanda, ia melakukan ekspedisi ke Sumatera, terutama ke Sumatera Selatan dan Jambi. Ekspedisi yang dilakukannya itu, merupakan rintisan jalan untuk menelaah tentang Kerajaan Śrīwijaya, khususnya studi tentang ikonografi arca-arca di Sumatera.

Kariernya sebagai pegawai pemerintah di bidang kebudayaan, khususnya kepurbakalaan dimulai sebagai Atase Kebudayaan di India (1958-1961) dan dilanjutkan sebagai Atase Kebuda¬yaan di Inggris (1961-1963). Selama bertugas di India beliau banyak menimba pengetahuan tentang candi dan arca yang kelak dapat bermanfaat bagi studi ikonografi dan candi di Indonesia.

Sekembalinya bertugas sebagai duta bangsa di bidang kebudayaan, pada 1963 kembali ke Indonesia dan bertugas memimpin Bidang Arkeologi Klasik pada Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional. Pada waktu itu yang memimpin Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional adalah Soekmono. Beliau menjabat sebagai Kepala Bidang Arkeologi Klasik selama hampir 10 tahun (1963-1973).

Pada 1973 Soekmono yang kala itu menjabat sebagai Kepala Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN), mendapat tugas sebagai penanggung jawab Proyek Pemugaran Candi Borobudur. Karena kesibukannya itu, jabatannya digantikan oleh Satyawati Suleiman. Satyawati Suleiman menjabat sebagai Kepala LPPN pada 1973 hingga 1977. Di akhir masa jabatannya sebagai Kepala LPPN, lembaga tersebut berubah menjadi Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional. Perubahan ini disebabkan pemisahan LPPN menjadi dua lembaga yang berbeda tugas dan wewenangnya, yaitu Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional bertugas melakukan penelitian arkeologi, dan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala bertugas melakukan perlindungan dan pemugaran.

Selesai bertugas sebagai Kepala LPPN, Satyawati Suleiman masih berkiprah di bidang arkeologi sebagai Ahli Peneliti Utama di Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (1977-1985). Pada waktu itu beliau menjabat juga sebagai Governing Board pada SEAMEO Project on Archaeology and Fine-Arts (SPAFA). Satyawati meninggal pada 26 Februari 1988.

Demikianlah kisah singkat tentang arkeolog-arkeolog pertama bangsa Indonesia. Terima kasih kepada rekan Bambang Budi Utomo yang banyak memberikan informasi.

Semoga pada tulisan mendatang saya bisa memberikan informasi tambahan karena saya pernah menulis tentang Soekmono dalam Warta IAAI, Nomor 2, Juni 1990. Tentang Satyawati saya lihat O.W. Wolters pernah menulis “In Memoriam Satyawati Suleiman, 1920-1988” dalam Saraswati, Esai-esai Arkeologi, 1993/1994.***


Tinggalkan komentar

Kategori