Oleh: hurahura | 28 Oktober 2017

Pribumi dalam Lensa Arkeologi

Sangiranku-04Ilustrasi: Kehidupan manusia purba di Museum Sangiran (Foto: Djulianto Susantio)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pribumi adalah penghuni asli, yang berasal dari tempat yang bersangkutan. Menjadi sebuah pertanyaan umum bahwa penghusi asli Indonesia itu seperti apa atau siapa? Bangsa Indonesia terdiri atas beragam suku, adat-istiadat, hasil karya, kepercayaan bahkan perbedaan fisik manusia pendukungnya. Keberagaman ini dan banyaknya sudut pandang masyarakat dalam memahami kata “pribumi” membuat kata tersebut menjadi bias. Arkeologi sebagai salah satu disiplin ilmu yang mempelajari kebudayaan masa lampau secara khusus memiliki tanggung jawab untuk membantu menjawab segala pertanyaan yang dilontarkan melalui pernyataan “pribumi” tersebut.

Indonesia telah dihuni oleh manusia sejak masa prasejarah melalui proses migrasi yang panjang dari beberapa benua seperti Asia dan Afrika. Hal ini menjadi mungkin karena pada masa lampau suhu bumi masih sangat labil (naik-turun secara signifikan) yang juga berdampak kepada naik-turunnya air laut (±50-100 mdpl) menciptakan “jembatan” yang dapat dilalui oleh manusia ataupun fauna pada masa tertentu.


“Homo erectus”

Homo erectus tertua ditemukan di Afrika, berusia  1,8 juta tahun lalu. Jenis ini merupakan spesies pertama dengan genus Homo, ditemukan di banyak benua selain Afrika. Termasuk di Indonesia dengan hasil budayanya yang masih sederhana, seperti alat-alat dari batu ataupun tulang. Semua temuan tersebut menjadi bukti adanya proses migrasi dan adaptasi pada iklim masa lalu. Jumlah temuan Homo erectus terbanyak  terdapat di Sangiran, Jawa Tengah. Diperkirakan mencapai 100 individu.

Perkembangan kebudayaan selanjutnya di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh kebudayaan asing, seperti kebudayaan batu Bachson Hoabinh, seperti sumatralith dan kebudayaan logam Dong Son, seperti nekara, yang juga mempengaruhi seluruh wilayah Asia Tenggara. Kebudayaan ini berasal dari Vietnam.

Kebudayaan bercocok tanam juga mendapat pengaruh dari kebudayaan Ras Mongoloid yang berlangsung dalam dua periode, berasal dari Taiwan menyebar sampai ke Madagaskar dan Polinesia. Goa Harimau adalah salah satu situs yang cukup lengkap di daerah Sumatera. Di situs itu banyak ditemukan data arkeologi tentang perkembangan kebudayaan manusia dari masa batu sederhana hingga logam. Termasuk  rangka-rangka manusia yang terdiri atas dua ras, yaitu Mongoloid dan Australomelanesoid.


Kebudayaan India

Indonesia memasuki zaman sejarah dengan ditemukan tujuh buah yupa  di Kutai, Kalimantan Timur. Diperkirakan yupa itu berasal dari abad ke-4 M. Kerajaan-kerajaan kuno di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebudayaan India (Hindu-Buddha). Terdapat beberapa teori tentang  masuknya kebudayaan India ke Indonesia, seperti melalui kontak dagang, kolonisasi, persebaran agama oleh kaum Brahmana ataupun hubungan arus balik.

Banyak sekali data arkeologi berupa bangunan candi, prasasti, arca, dan data lain yang tersebar hampir di seluruh Indonesia menunjukan sisa-sisa peradaban Hindu-Buddha yang megah, seperti kerajaan Kutai, Tarumanagara, Sriwijaya, Mataram Kuno, Singhasari, Majapahit, dan Kerajaan Bali. Namun tidak semua kebudayaan tersebut serta merta masuk ke Indonesia, melainkan mengalami proses penyesuaian sehingga banyak ditemukan hasil budaya akulturasi, asimilasi bahkan sinkretisme.


Kebudayaan Islam

Kebudayaan lain yang turut andil dalam perkembangan peradaban di Nusantara adalah kebudayaan Islam. Selat Malaka menjadi jalur pelayaran perdagangan utama di Asia Tenggara dan Asia Timur yang sekaligus menjadi jalur masuk kebudayaan Islam di Nusantara sejak abad ke-7 M. Hal ini tercatat dalam berita-berita Cina. Namun bukti arkeologi tertua tentang keberadaan Islam di Nusantara adalah batu nisan kubur Fatimah binti Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 1082 M. Komplek Makam Troloyo juga menjadi bukti adanya masyarakat Islam yang diterima pada masa Kerajaan Majapahit.

Setelah muncul Kerajaan Islam tertua di Indonesia, Samudra Pasai, semakin lama Islamisasi menyebar ke Jawa dan seluruh Indonesia dengan cepat karena kebudayaan tersebut mudah diterima oleh masyarakat lokal.

Seiring perkembangan kebudayaan Islam, Bangsa Eropa mulai memasuki Nusantara karena tertarik akan kekayaan rempahnya. Portugis masuk ke Maluku sejak 1512. Pada tahun-tahun berikutnya bangsa lain seperti Spanyol, Inggris, dan Belanda mulai hadir. Kolonialisasi mulai terjadi di Nusantara dengan tujuan 3G (Gold, Glory, and Gospel). Tujuan tersebut menyisakan hasil kebudayaan yang sampai hari ini dapat kita lihat, seperti sisa-sisa bangunan dengan gaya arsitektur Eropa, bekas benteng dan gereja ataupun agama Katholik dan Kristen yang juga diakui sebagai agama resmi di Indonesia, seperti Hindu, Buddha, dan Islam.

Sejak awal, bangsa kita tidak pernah lepas dari pengaruh kebudayaan asing. Namun menyesuaikan dengan kearifan lokal sehingga banyak ditemukan hasil budaya akulturasi dan asimilasi. Semua bukti arkeologi menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah bangsa kita. Semua hal yang ditinggalkan nenek moyang kita masih menjadi kekayaan dan identitas kita sebagai Bangsa Indonesia. Bahkan masih banyak dari warisan nenek moyang yang kita gunakan sampai hari ini. Pribumi bangsa ini tidak terdiri atas satu suku atau satu golongan. Bangsa Indonesia adalah beragam, Bhinneka Tunggal Ika.


Daftar Pustaka

  • Fauzi, M. Ruly, Adhi Agus Oktaviana, Budiman 2016, Traces of Paleometalik Culture and Its Chronology in Harimau Cave, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto 1990, Sejarah Nasional Indonesia II, Balai Pustaka, Jakarta.
  • Poesponegoro, Marwati Djoened, Nugroho Notosusanto 1990, Sejarah Nasional Indonesia III, Balai Pustaka, Jakarta.
  • Soekmono, R 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, Kanisius, Yogyakarta.
  • Soekmono, R 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Kanisius, Yogyakarta.
  • Widianto, Harry 2011, Human Path After Sangiran Era, Conservation Office of Sangiran Early Man Site.
  • Widianto, Harry, Truman Simanjuntak 2014, Sangiran Menjawab Dunia, Balai Pelestarian Manusia Purba Sangiran.

    **********

    Penulis: Jofel E Malonda,  Mahasiswa Arkeologi Universitas Udayana
    Surel: jofeleliezermalonda@gmail.com

     


Tinggalkan komentar

Kategori