Oleh: hurahura | 9 Juni 2012

Batavia Sebagai Kota Diplomasi

Warta Kota, Jumat, 1 Juni 2012 – Menurut catatan-catatan lama, Batavia banyak berperan sebagai kota diplomasi. Sebagian sumber menyebutkan Batavia menyimpan tradisi panjang sebagai makelar kekuasaan untuk berbagai hubungan tradisional di Asia Tenggara. Banyak duta dari kerajaan-kerajaan Jawa dan utusan dari “raja-raja pribumi” luar Jawa melakukan kunjungan kehormatan kepada gubernur jendral di Batavia.

Tidak lama setelah pendirian Batavia pada 1619, pemerintah mulai mendapat tempat di antara para penguasa Asia. Rupanya Batavia memanfaatkan seremonial hubungan luar negeri untuk menegakkan kendali atas Asia Tenggara. Tujuannya jelas, yakni untuk memperluas jaringan perdagangan.

Surat-menyurat diplomatik banyak dilakukan dengan berbagai negara. Dari China pernah datang seorang penguasa dengan sejumlah kapal dan utusan. Mereka disambut oleh kepala pelabuhan dan syahbandar. Pemimpin etnis memainkan peranan sebagai perantara dan penerjemah. Biasanya mereka berasal dari etnis minoritas Melayu.

Karena kecakapan linguistik, bangsa Melayu sering berperan sebagai penulis surat berbahasa Melayu bagi kepentingan Kompeni. Namun sekitar tahun 1700 hubungan dengan Melayu mulai retak karena Wandoellah, seorang bangsawan Melayu, dibuang ke Srilanka. Alasannya, dia berani menagih hutang judi kepada Gubernur Jendral Diederik Durven yang lama tidak dibayar. (Jakarta Batavia: Esai Sosio-Kultural, 2007).

Pemimpin lingkungan China Batavia juga dikenal sebagai perantara dalam pergaulan diplomatik. Pada 1624 diberitakan, para utusan Gubernur Fujian (Fukien) disambut dengan jamuan yang diselenggarakan Gubernur Jendral De Carpentier di benteng Batavia. Para utusan itu kemudian dikawal oleh sejumlah orang yang menaiki gajah dan kuda. Di gerbang benteng, mereka disambut oleh kepala dewan kota, pejabat fiskal, dan anggota dewan. Kepala dewan kota menjamu mereka dengan makanan dan minuman ringan. Sesudah itu mereka ditemui oleh dua penasihat, yang membimbing mereka ke balai kota untuk diperkenalkan kepada gubernur dan para anggota dewan lainnya.

Ketika itu penyambutan para duta atau utusan merupakan acara meriah yang familiar bagi kebanyakan warga Batavia. Rekonstruksi hubungan diplomatik ini banyak ditafsirkan dari Realia (Ikhtisar Keputusan Gubernur Jendral dan Dewan), Daghregisters (Catatan Harian), dan Generale Missiven (Surat Resmi Diplomatik). (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)


Tinggalkan komentar

Kategori