Oleh: hurahura | 19 Desember 2011

Peresmian Museum Manusia Purba Sangiran dan Konferensi Internasional: Sangiran Site: 75 Years After the First Hominid Discovery

Gerbang Museum Sangiran jelang pembukaan pada 15 Desember 2011

Sejak dibangun pada 2005, Museum Manusia Purba Sangiran di Kecamatan Kalijambe, akhirnya diresmikan penggunaannya oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang juga pembuat Design Engineering Plan Sangiran, Prof. Dr. Wiendu Nuryanti, Rabu (15/12/2011).

Dua puluh tahun silam tempat tersebut masih berupa joglo sederhana untuk pengumpulan fosil-fosil purba. Perintisnya adalah Kepala Desa Krikilan, Toto Marsono. Kini, di tanah yang berusia 1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan museum bertaraf internasional.

Berbagai rangkaian acara digelar mengiringi peresmian museum. Ada seminar internasional bertajuk “Sangiran Site: 75 Years After the First Hominid Discovery”, berlangsung di Solo, 14 – 18 Desember 2011. Ada pula pelaksanaan penggalian di Sangiran bersama ilmuwan dari Uni Eropa, 20 Desember hingga awal Januari 2012. Pada acara peresmian museum, diserahkan rekonstruksi rangka kuda air berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di Bukuran oleh tim gabungan Indonesia – Prancis.

“Semua rangkaian acara yang dilakukan dalam Grand Opening Museum Sangiran adalah untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Museum Sangiran telah memiliki bobot internasional dan merupakan warisan dunia yang tak ternilai harganya,” kata Harry Widiyanto, Kepala Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran.

Peresmian Museum Sangiran (Foto: bloggersragen.com)

Museum Sangiran berdiri di dalam kluster Krikilan, merupakan kluster pertama yang telah rampung dibangun. Masih ada tiga kluster lainnya yang akan dibangun tahun depan. Ketiga kluster itu adalah Ngebung dan Bukuran, di Kab. Sragen serta Ndayu di Kab. Karanganyar.

“Pembangunan situs purbakala ini tidak akan berhenti, tetapi masih akan berlanjut. Masih banyak yang harus dilakukan. Dana anggaran 38 milyar untuk pembangunan situs ini tergolong kecil dibandingkan dengan museum-museum purbakala di negara lain. Idealnya malah lima kali lipat,” ujar Wiendu.

Tiap kluster tersebut akan menjadi pusat-pusat penelitian sesuai masing-masing bagiannya. Misalnya kluster Ndayu akan dijadikan pusat penelitian arkeologi mutakhir dan kluster Ngebung akan menjadi pusat sejarah temuan fosil. Pembangunan kluster akan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten Sragen serta Kabupaten Karanganyar.

Museum Sangiran yang mempunyai 14.000-an koleksi fosil ini menawarkan tiga titik wisata purba yang menakjubkan. Di area I, pengunjung dapat menyaksikan pameran fosil-fosil asli dan peralatan manusia purba. Di area II dihadirkan 12 langkah kemanusiaan, mulai dari terciptanya alam, terbentuknya kepulauan Indonesia dan Jawa, kedatangan manusia pertama, proses evolusi sekitar 1,5 juta tahun lalu, dan perkembangannya hingga menjadi manusia modern. Di area III dipertunjukkan zaman keemasan Homo Erectus Sangiran.

Pengumpulan fosil-fosil Sangiran tidak terlepas dari peran serta masyarakat Krikilan. Menurut Harry Widianto, pihaknya sudah berkomitmen untuk memberikan penggantian uang dan penghargaan bagi masyarakat yang menemukan fosil dan menyerahkannya kepada pemerintah. Dengan komitmen ini, diharapkan masyarakat sekitar mulai sadar dan bekerja sama dengan pemerintah untuk menyerahkan fosil-fosil temuannya. “Di tanah ini masih menyimpan banyak fosil yang bisa ditemukan, “ ungkap Harry. Pemberian kompensasi tidak selalu sama. Fosil yang dihargai paling tinggi adalah fosil tengkorak manusia purba. Namun fosil-fosil lain juga bisa dihargai tinggi dengan catatan fosil tersebut sangat langka, misalnya geraham harimau purba.

Entah disengaja atau tidak, peresmian pada hari itu, 15 Desember 2011, bertepatan dengan peristiwa lima tahun silam, 15 Desember 2006. Waktu itu terjadi peristiwa penting di Meksiko, ketika Pemerintah Indonesia menerima tanda pengesahan Situs Sangiran sebagai warisan dunia. Hal tersebut diiungkapkan oleh Bupati Sragen Agus Fatchurrahman saat memberikan sambutan. Bupati Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat membanggakan namun kadang kurang dikenal oleh masyarakat Sragen sendiri, bisa dinikmati oleh semua kalangan tidak hanya kalangan peneliti.


Minim

Anggaran perawatan Museum Sangiran sebesar Rp 1 Miliar per bulan, dirasa masih minim mengingat statusnya sebagai salah satu warisan dunia dan menjadi salah satu pusat kepurbakalaan terbesar di dunia. Sesuai standar UNESCO, jelas Wiendu, idealnya objek wisata budaya seperti Museum Sangiran mendapat anggaran biaya perawatan sekitar Rp 5 Miliar per bulan. Angka itu berdasar pada kompleksitas objek atau koleksi, cakupan atau luasan area dan lainnya.

Selama ini, menurut Harry Widianto, dalam pembangunan dan pengembangan Museum Sangiran telah ada semacam pembagian tugas di masing-masing bagian, mulai dari pemerintah kabupaten hingga pusat. Pemkab Sragen bertugas menyediakan lahan, mengurus pembebasan lahan, dan pengadaan infrastruktur. Pemprov Jawa Tengah menangani regulasi atau aturan dan promosi. Sedangkan pemerintah pusat menyediakan bangunan fisik dan isinya.

Sangiran adalah sebuah daerah pedalaman yang terletak di kaki Gunung Lawu, sekitar 17 kilometer ke arah utara dari Kota Solo. Secara administatif terletak di wilayah Kabupaten Sragen dan sebagian terletak di Kabupaten Karanganyar. Luas wilayahnya sekitar 56 kilometer persegi yang mencakup tiga kecamatan di Kabupaten Sragen, yaitu Kec. Kalijambe, Kec. Gemolong, dan Kec. Plupuh serta Kec. Gondangrejo di Kabupaten Karanganyar.

Kawasan ini banyak menyimpan misteri yang belum terungkap. Hal yang sangat menarik adalah manusia purba jenis Homo erectus yang ditemukan di wilayah Sangiran lebih dari 100 individu. Mereka mengalami masa evolusi tidak kurang dari satu juta tahun. Jumlah ini mewakili 65% dari seluruh fosil manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan merupakan 50% dari jumlah fosil sejenis yang ditemukan di dunia.

Dari hasil penelitian para ahli diperoleh gambaran bahwa Sangiran awalnya merupakan bukit yang dikenal dengan sebutan “kubah Sangiran”. Secara stratigrafis situs ini merupakan situs manusia purba terlengkap di Asia, yang kehidupannya dapat dilihat secara berurutan tanpa terputus sejak dua juta tahun yang lalu, yaitu sejak kala Pliosen Akhir hingga akhir Pleistosen Tengah.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 070/0/1977, tanggal 15 Maret 1977 wilayah Sangiran dan sekitarnya ditetapkan sebagai Daerah Cagar Budaya. Diperkuat lagi oleh UNESCO di Meksiko pada 2006 yang menetapkan Kawasan Sangiran sebagai Kawasan Warisan Dunia. (berbagai sumber/Djulianto Susantio)


Galeri foto:

Pembicara Kunci: Francois Semah


Tinggalkan komentar

Kategori