Oleh: hurahura | 17 September 2012

Pengaruh Jawa, Sunda, dan Melayu

Warta Kota, Sabtu, 15 September 2012 – Persoalan wayang Betawi, baik wayang kulit maupun wayang golek, sebenarnya sangat penting untuk diungkap. Mungkin saja ada yang pernah melakukan pengamatan atau penelitian di bidang itu, namun hasilnya belum dipublikasikan ke masyarakat. Sebenarnya minat kepada wayang Betawi sudah muncul pada abad ke-19. Dalam koleksi naskah Melayu milik Museum Pusat (sekarang menjadi Perpustakaan Nasional) ada sebuah bundel bertanda Ml.220 yang dalam katalogus Van Ronkel berjudul “Wayangverhalen”. Publikasi ini ditulis dengan aksara Latin. Menurut keterangan dalam Notulen Bataviaasch Genootschap dari tahun 1876 dan 1879, cerita-cerita dalam bundel itu adalah cerita wayang dibawakan di Batavia. Satu di antaranya dicatat dari mulut seorang pelayan. (Achadiati Ikram, Untuk Bapak Guru, 2008).

Naskah wayang tersebut merupakan sumbangan dari Conrad Busken Huet, seorang sastrawan Belanda (1826-1886). Sekitar tahun 1868 dia pergi ke Hindia Belanda. Di sini dia pernah menjadi redaktur Java Bode sampai 1873. Selepas dari sini, dia bekerja pada Algemeen Dagblad voor Nederlandsch-Indie dan pada 1876 kembali ke Eropa. Pada tahun itulah dia menghadiahkan bundel cerita wayang kepada Bataviaasch Genootschap.

Sebenarnya isi bundel ada empat. Yang sekarang ada berisi lakon Purubaya Sakit, Mahraja Baladewa, dan Marakrama. Yang hilang berjudul lakon Branta Kusuma. Setelah diamati Ikram, lakon Mahraja Baladewa dan Marakrama tidak bersifat Jawa tetapi lebih kepada Melayu. Dari hasil penelitian Ikram diketahui pula lakon Purubaya Sakit dan Mahraja Baladewa dapat digolongkan dalam kumpulan Mahabharata. Berbagai ungkapan bahasa Jawa terdapat dalam kisah-kisah itu, seperti adimas, tumenggung, kedaton, dan lanang sejagat. Ada nama-nama yang tampaknya lebih dekat pada bentuk atau penggunaan dalam wayang Sunda, misalnya eui.

Adanya pengaruh Melayu, Jawa, dan Sunda menunjukkan wayang Betawi pernah menjadi jenis hiburan untuk penduduk yang sangat luas yang terdiri atas multietnis dan multikultur. Sayang tokoh-tokoh sentral dalam wayang Betawi belum pernah diteliti secara mendalam. Jadinya sampai kini belum ketahuan apakah wayang Betawi bersumber pada wayang Sunda, apakah wayang Betawi merupakan pengambilan langsung dari wayang Jawa, ataukah ada unsur-unsur lain yang mempengaruhinya. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)


Tinggalkan komentar

Kategori