Oleh: hurahura | 26 Oktober 2012

Peninggalan Sejarah : Pengadilan Adat di Kertha Gosa

KOMPAS/AYU SULISTYOWATI

Beberapa wisatawan asing berkeliling melihat lukisan pewayangan Kamasan yang berada di langit-langit bale Kertha Gosa, Kabupaten Klungkung, Bali, awal September lalu. Kertha Gosa merupakan bangunan peninggalan kerajaan pada tahun 1622 caka. Bangunan ini dikenal sebagai tempat pengadilan adat dan agama.

KOMPAS, Minggu, 21 Oktober 2012 – Sebuah bale dari kayu beratap limas dari ijuk tak berdinding berada pada ketinggian dua meter dilihat dari perempatan pusat kota Klungkung, Bali. Langit- langitnya terbuat dari lukisan tangan pewayangan, menggambarkan kehidupan manusia dan karma. Itulah Kertha Gosa, tempat penguasa mengadili warga yang bersalah.

Ruangan itu tanpa tembok, dan hanya berdiri pilar-pilar dari kayu dengan ukiran yang sudah memudar. Semua lukisan itu dibuat oleh seniman Desa Kamasan yang letaknya tak jauh dari Kertha Gosa, selanjutnya terkenal sebagai lukisan Kamasan. Cerita wayang itu terlukis di atas kain belacu yang diberi larutan tepung beras dan awet hingga puluhan tahun.

Lukisan ini menjadi daya tarik tersendiri dari Kertha Gosa. Pembuatan lukisannya tidak menggunakan kuas yang lumrah digunakan pelukis. Kuas terbuat dari bambu dan batang pohon Nao. Cat pewarnanya pun berupa gerusan batu pere yang diberi air hingga warnanya coklat bata. Warna kuning dihasilkan dari kencu.

Berdasarkan sejarahnya, ini merupakan tempat pembahasan segala hal pemerintahan hingga ruang pengadilan terbuka. Belum ada satu prasasti pun yang memuat orang di balik ide pendirian bale tersebut. Di salah satu pahatan di pintu utama puri terdapat angka penanggalan, yakni gambar Caka Cakra Yuyu Paksi-paksi sebagai lambang satu, enam, dua, dua. Ini dipercaya tahun 1622 tahun Caka atau tahun 1700 Masehi ketika Raja I Dewa Agung Jambe.

Meski hanya replika, susunan meja dan kursi untuk raja serta ahli hukum dan pendeta diupayakan sesuai aslinya. Kursi yang asli tersimpan di museumnya.

Pada masa kerajaan, Kertha Gosa berfungsi sebagai tempat pertemuan tamu-tamu dari Nusantara hingga mancanegara, serta tempat memutuskan urusan kerajaan. Riwayat Kerajaan Klungkung sendiri menggantikan runtuhnya kejayaan Keraton Gelgel pada 1650. Karenanya, Klungkung kemudian menjadi pusat kerajaan yang strategis dan tanahnya lebih tinggi sehingga terhindar dari banjir.

Jatuhnya kerajaan atas peperangan dengan Belanda pada 28 April 1908 mengubah fungsi bale menjadi bale pengadilan adat. Siapa yang berperkara terkait adat dan agama akan disidangkan serta diputuskan di atas bale ini.


Lukisan wayang

Hingga sekarang, Kertha Gosa lebih dikenal orang sebagai tempat pengadilan. Hal itu selaras dengan lukisan-lukisan wayang di langit-langitnya.

Lukisan wayang itu terdiri atas tujuh tingkat. Setiap tingkatnya melingkar dari utara ke selatan berupa rangkaian cerita dan dari bawah sampai ke langit paling atas.

Sejumlah gambar bertingkat itu dapat diartikan gambaran manusia-manusia. Manusia seperti apa yang akan menerima karma baik dan buruk di pengadilan Tuhan.

Beberapa bagian lukisan di atas asbes ini tampak memudar karena tergerus air yang masuk lewat atap yang bocor. Di antara lukisan wayang Kamasan itu terdapat tulisan pelukisnya, Pan Sumari, yang diminta memperbaiki di tahun 1960.

Sayangnya, tidak ada data pasti berapa kali Kertha Gosa pernah dipugar. Hanya berdasarkan ”katanya”, Kertha Gosa dipugar tiga kali pada tahun 1920, 1930, dan 1960.

”Saat ini kami tengah mengupayakan adanya dana dari pusat untuk merestorasi dan memperbaiki Kertha Gosa. Namun, masih terkendala status tanah yang belum diberikan oleh pihak Puri Klungkung sebagai hak guna pakai,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Klungkung I Wayan Sujana, awal September lalu.

Dana yang diajukan ke pusat itu Rp 5,5 miliar. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Bali berencana memperbaiki beberapa bagian bale dengan dana Rp 200 juta. Kondisi bale, terutama bagian ukiran kayu serta lukisan, memprihatinkan. Beberapa bagian rapuh dan cat-catnya mengelupas.

Lukisan wayang di langit-langit pendopo juga didapati di Bale Kambang, pendopo yang berada di tengah danau buatan Taman Gili. Di Bale Kambang pengunjung dapat mengikuti cerita mengenai perbintangan sesuai penanggalan kelahiran bayi dan sifatnya, hingga persoalan peperangan.

Tiket masuk Kertha Gosa Rp 12.000 untuk dewasa, baik turis asing maupun domestik, serta anak-anak Rp 6.000. Pengunjung harus berpakaian rapi atau pihak Kertha Gosa menyediakan kain untuk dipakai selama berkeliling lokasi. Percayalah, lukisan Kamasan serta keindahan tamannya juga membuat sejuk pemandangan. (AYU SULISTYOWATI)


Tanggapan

  1. kalo Kompas mengatakan “Belum ada satu prasasti pun yang memuat orang di balik ide pendirian bale tersebut.” jawabnya iya karena disengaja, tapi kalo di telusuri dari ceritra babad akan di ketahui siapa orang di balik pendirian bale Kerta gosa tersebut ialah Ide IGusti Anglurah Sidemen. I Dewa Agung Jambe. adalah nama lain dari I dewa Anom pemayun, yg ayahnya bernama I dewa Pemayun melarikan diri ke Perasi tahun 1651 dan kedudukannya di gantikan dalem Di made yg disetujui oleh Patih Agung maruti ( dan maruti di akui sebagai kepanjangan Belanda saat itu) dan menguasai Gelgel sampi 1686, I dewa Anom pemayun, diminta oleh Ide IGusti Anglurah Sidemen.menjadi tabeng wijang di sidemen lalu di berikan putrinya yg bernama I Gusti Ayu Sapujagat, saat itu (1651-1686) bali terpecah menjadi 9 kerajaan, th 1686 atas prakarsa Ide IGusti Anglurah Sidemen mengumpulkan seluruh putra dalem segening ( spt Panji sakti,Idewa Manggis,dll masih banyak lainya) untuk menyerang Gelgel dan meminta Igusti Agung Maruti mengembalikan kekuasan Gelgel agar Bali bersatu kembali dan saat itu kebetulan Kapten Tak telah di bunuh oleh Untung surapati, dan Igusti Agung Maruti tampa beking Belanda dan akhirnya mengalah dan ia di ampuni blio lari ke kapal dgn 300pasukan dan menjadi cikal bakal Kerajaan Mangui, setelah Bali bersatu dan Gelgel di akui sebagai sesuhunan bali lombok maka di angkatlah I Dewa Agung Jambe. sebagai Raja, maka kembalilah treh Kresna wangbang kepakisan kembali tetapi hanya kepeminpinan spiritual saja tanpa imperial, dan kerajaan di pindah dari yg lama ke tempat yg ada Kerta gosa nya sekarang ini, yang di bangun dari pendapatan pelabuhan yg bernama Kutorawos, Kuto rawos dulu bernama “Kerta Basa” atao labuhan amuk sekarang adalah benteng kerajaan Ide IGusti Anglurah Sidemen tentu di bawah Gelgel saat blum pecah.namun sebelum Kerta dosa/ kertagosa selesai, Bliao Ide IGusti Anglurah Sidemen di serang dgn cara licik dan di bunuh ( Bliao Moksah di bambang Biaung th 1691) di duga keras dibunuh Oleh Belanda yg sakit hati dan balas dendam karena wilayah bali ( Patih Agung maruti ) yg di gusur oleh Ide IGusti Anglurah Sidemen dr Gelgel dan kapten Tak di bunuh Untung surapati yg dari bali tahun 1686 , tapi tindakan Belanda ini hanya di anggap tindakan Bhuta kala’ ( bukan sifat manusia) dan jasa Ide IGusti Anglurah Sidemen pemersatu bali dan melawan penjajah tdk pernah di gembar geborkan sebagai tindakan kepahlawanan spt Hasanudin dan Surapati, terbutkti kepeminpinan VOC th 1670-1686 sangat korop dan rugi saat itu, kerta gosa adalah sebuah peringatan bhw tak ada Kerta atao kesejahtraan di peroleh dengan berbuat Dosa, sehingga Karma atas dosa2 itu akan selalu menghantui sebagai kutukan pada siapapun juga,
    Bliao Ide IGusti Anglurah Sidemen juga di katakan sebagai peminpin di Pure Besakih yg selalu memohonkan kesejahtraan pada seluruh umat manusia agar di beri kesejahtraan dan terhindar dari petaka.

    semoga berguna


Tinggalkan komentar

Kategori