Oleh: hurahura | 8 November 2016

Belajar Sejarah dengan Konsep Bermain Peran

ksn-02Sambutan Menko PMK Puan Maharani (Dok. Djulianto Susantio)

Memenuhi undangan Direktorat Sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sehabis makan siang di rumah, saya segera menuju Hotel Grand Sahid Jaya di Jalan Jenderal Sudirman. Sore itu, Senin, 7 November 2016, akan dibuka sebuah perhelatan lima tahunan, Konferensi Nasional Sejarah (KNS) X. Ternyata banyak teman lama dari kampus Rawamangun berada di sana. Saya bertemu mereka ketika sedang makan siang di hotel tersebut.

Di luar dugaan, saya sempat ngobrol dengan Gita Arjakusuma, seorang pelaut Indonesia yang berhasil melayarkan kapal tradisional Phinisi Nusantara dari Indonesia ke pantai barat Amerika sejauh 11.000 mil selama 67 hari pada 1986.  Menurutnya, sejarah yang tertulis sekarang adalah versi Orde Baru. Apa-apa yang tidak sesuai dengan keinginan Orde Baru, tentu saja akan dilarang. Misalnya tentang para wali yang dikatakan berasal dari keturunan Tionghoa.

Sambil makan Gita bercerita tentang Cheng Ho atau Zheng He. Ada kelenteng dan masjid di kompleks Gedung Batu Semarang menjadi petunjuk adanya toleransi agama. Begitu juga di kelenteng Ancol Jakarta. Antaragama hidup berdampingan dengan damai kala itu, kata Gita.

Setelah ngobrol lama di sana-sini ditambah membeli sejumlah buku di luar Ruang Puri Ratna, saya dan beberapa teman lama pun memasuki ruangan Puri Ratna. Tak lama kemudian acara dimulai. Setelah menyanyikan Indonesia Raya dan doa, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy memberikan laporan. Barulah kemudian Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, Puan Maharani, membuka resmi KSN X.  Menurut Puan dalam sambutannya, dengan mempelajari sejarah, seseorang dapat menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan manusia, beserta peradaban yang dibangunnya, sehingga kita dapat lebih bijaksana dalam menghadapi masa depan.

“Saat ini sebagian besar masyarakat kita mungkin masih kurang memahami arti sejarah. Akibatnya, rasa nasionalisme sedikit demi sedikit terkikis dan tidak peduli terhadap kemajuan bangsanya, karena cenderung memikirkan nasib sendiri,” kata Puan. Padahal, lanjut Puan, Proklamator RI Ir. Soekarno telah mengingatkan kepada kita semua, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang memahami dinamika sejarah bangsanya dan menghargai jasa-jasa para pahlawannya, dan jangan sekali-kali melupakan sejarah atau Jas Merah.

Selanjutnya menurut Puan, konferensi ini merupakan upaya kita bersama untuk menempatkan peran sejarah secara proporsional dalam pembangunan karakter manusia Indonesia, bukan sekadar menjadikan buah bibir, akan tetapi juga tercermin dalam perilaku masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebelumnya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, banyak siswa tidak menyukai pelajaran sejarah karena banyak menghafal. Hal ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan bagaimana membuat siswa mencintai dan memahami sejarah dengan mudah.

“Sejarah akan mudah dihayati anak-anak dengan berbagai macam metode. Salah satunya metode untuk penghayatan‎ makna sejarah terutama pendidikan karakter adalah role playing atau permainan peran,” katanya.

Muhadjir mengatakan, sejarah harus menjadi pembangunan karakter bagi generasi kini. Dengan menerapkan konsep bermain peran, misalnya dengan teater atau drama sejarah, dia menilai siswa akan lebih mampu meresapi pesan moral dari suatu peristiwa di masa lampau.

Dalam setiap episode sejarah, begitu kata Muhadjir, siswa akan memerankannya di panggung dengan bimbingan guru. Dengan memerankan tokoh dalam episode sejarah, siswa akan mudah menghayati tanpa harus menghafal.

Sementara guru harus menjelaskan tentang nilai-nilai apa dari setiap episode sejarah yang diperankan siswa. Menurut Muhadjir, metode permainan peran ini sudah dimulai di sejumlah sekolah yang menerapkan pendidikan karakter.

Peresmian acara ditandai dengan pemukulan gong oleh Puan Maharani, didampingi Mendikbud Muhadjir Effendy, Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Muchlis PaEni, dan Dirjenbud Hilmar Farid. KNS X berlangsung hingga 10 November 2016. Tema yang diambil “Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah”. (Djulianto Susantio)


Tinggalkan komentar

Kategori