Oleh: hurahura | 8 Agustus 2010

Pemkot Bandung Harus Terlibat: Perlu Tim Independen untuk Mengelola Bangunan Bersejarah

KOMPAS Jawa Barat – Kamis, 5 Agustus 2010 – Pemerintah Kota Bandung harus berbesar hati ikut merawat bangunan tua dan bersejarah. Pemanfaatan bangunan tua dan bersejarah di berbagai negara mampu meningkatkan kualitas masyarakat dan menambah pendapatan daerah.

“Bandung memiliki potensi pengembangan kawasan kota tua yang sangat besar. Bila mampu menata dengan tepat, kota tua tidak hanya akan menjadi sejarah, tetapi juga bisa menjadi elemen penting perencanaan kota,” ujar Guru Besar Sejarah Arsitektur dan Arkeologi Bangunan dari Vrije Universiteit Brussels, Belgia, Thomas Coomans, dalam diskusi bertema “Meaning and Future of a Country’s Heritage. Possible Prespective for Indonesia” di Bandung, Rabu (4/8).

Kawasan kota tua di Bandung ibarat mati suri. Banyak bekas kompleks atau kawasan elite zaman kolonial terbengkalai. Kebanyakan kosong tidak terpakai. Bahkan, tidak sedikit yang dihancurkan. Beberapa kawasan itu antara lain Jalan Braga, beberapa bangunan di Jalan Asia-Afrika, kompleks perumahan di Jalan LL RE Martadinata, dan kawasan pecinan di sekitar Pasar Baru.

Coomans mengatakan, kawasan kota tua di berbagai negara, termasuk Indonesia, memiliki pesona khas. Bangunan itu bukan sekadar pemanis kota, melainkan juga sumber ilmu pengetahuan, arsitektur, hingga evolusi suatu peradaban. Namun, khusus di Indonesia, banyak kawasan kota tua dibiarkan mati dan tidak terawat, bahkan dihancurkan demi kepentingan ekonomi.


Banyak keuntungan

Coomans mengatakan, untuk menghidupkan kembali pesona kawasan kota tua di Bandung, pemerintah kota tidak cukup mengimbau atau melakukan tindakan yang pengaruhnya tidak signifikan bagi pemilik bangunan. Salah satu yang bisa dilakukan adalah peran langsung pemerintah merawat bangunan tua dan bersejarah. Pemerintah bisa bekerja sama dengan pemilik bangunan membiayai perawatan gedung yang sudah rusak. Bahkan, akan lebih baik bila pemerintah meringankan pembiayaan pajak.

“Dengan adanya perhatian seperti itu, pemilik rumah pun diyakini akan bertanggung jawab terhadap bangunan milik mereka. Bila dalam praktiknya pemilik rumah justru mengabaikan perawatan berkala, pemerintah bisa memberikan peringatan tertentu,” ujarnya.

Coomans percaya bila di masa depan bangunan tua bisa diberdayakan, keuntungan yang diperoleh pemerintah kota dan warga tidak sedikit. Sama seperti bangunan tua di negara lain, kawasan kota tua bisa dipadukan sebagai kawasan bisnis ekonomi atau wisata sejarah.

Pakar perencanaan kota, Widjaja Martokusumo, mengatakan, guna menyeimbangkan investasi dan pelestarian bangunan cagar budaya, Pemkot Bandung membutuhkan tim independen dari berbagai disiplin ilmu sebagai tuntunan renovasi, perawatan, dan promosi daya tarik bangunan cagar budaya. Selain itu, peran serta masyarakat dan pemilik bangunan juga harus didukung, di antaranya dengan pemberian insentif pajak tahunan. Selama ini banyak pemilik bangunan tua kesulitan membayar pajak sehingga memilih menjualnya.

“Awalnya, pemilik lama tidak mampu membayar pajak, lalu menjualnya kepada investor. Investor inilah yang biasanya mengubah atau menggusur bangunan cagar budaya menjadi tempat usaha,” katanya. (CHE)


Tinggalkan komentar

Kategori