Oleh: hurahura | 7 Mei 2011

Otsuka Museum of Art: Keramik yang Bercerita

KOMPAS – Senin, 2 Mei 2011 – Keramik di dinding setiap ruangan Otsuka Museum of Art menjadi reproduksi dari lukisan dunia. Sekitar 1.000 lukisan tercetak di dinding museum ini. Ukuran setiap karya dibuat sama dengan karya asli, dan dikerjakan dengan sangat detail. Pengunjung diajak berkelana dari satu suasana ke suasana lain pada ratusan, bahkan ribuan tahun silam.

Atas undangan PT Amerta Indah Otsuka, Kompas beserta rombongan Ionopolis Japan Tour berkesempatan mengunjungi museum seluas 29.411 meter persegi itu pada pertengahan April.

Akiko Sakamoto, Public Relations and Planning Department Otsuka Museum of Art, mengajak kami ke Sistine Hall sebagai tempat pertama. Karya seni pada bagian ini mengambil bentuk ruangan yang berlokasi di Vatikan, serta seluruh lukisan yang sebagian besar dikerjakan Michelangelo. Di tempat asalnya, Roma, ruangan yang dibangun ini dijadikan tempat pemilihan Paus, pemimpin tertinggi umat Katolik.

Memasuki Sistine Hall, kami seolah berada di kerumunan sekitar 300 gambaran manusia yang terpampang di dua sisi ruangan serta langit-langitnya. Bila diukur, luas gambar pada aula ini mencapai 1.000 meter persegi. Sekelompok orang dari lukisan itu mengambil bentuk dan cerita tertentu seperti kisah Adam dan Hawa di Taman Firdaus, atau kisah Nabi Nuh dan perahunya.


Kapel Scrovegni

Ruangan lain yang memukau adalah Scrovegni Chapel yang merupakan reproduksi dari Cappella degli Scrovegni di Padova, Italia utara. Lukisan pada bangunan berukuran 841 cm (lebar) x 2.090 cm (panjang) x 1.265 cm (tinggi) ini dikerjakan oleh Giotto di Bondane.

Semua gambar di dinding dan juga langit-langit ruangan berkisah tentang perjalanan hidup Yesus. Bangku-bangku panjang diletakkan di dalam kapel. Sayup-sayup terdengar lagu gregorian berkumandang di dalam ruangan. Ada sekitar 10 ruangan lain yang dibangun khusus seperti Scrovegni Chapel dan Sistine Hall.

Selain itu, masih ada sekitar 130 lukisan zaman Yunani, mosaik, dan Romawi yang tersimpan di museum ini. Karya dari abad pertengahan ada sekitar 100 lukisan. Sekitar 140 karya lahir dari masa Renaissance, sekitar 120 karya dari masa Barok (Baroque), serta sekitar 330 karya seni modern termasuk karya Turner, Millet, Renoir, dan Van Gogh.

Goresan tangan Picasso, Miro, atau Dali juga bisa terlihat di bagian dari abad ke-20. Belum lagi puluhan karya yang mewakili tema tertentu, seperti kehidupan dan kematian, foto keluarga, serta potret diri Rembrandt.

Menikmati aneka lukisan di museum ini bisa dilakukan sendiri, atau ditemani penerjemah digital dalam beberapa bahasa, atau juga menggunakan jasa pemandu yang disediakan pihak museum. “Ada pemandu berbahasa Inggris, tetapi harus pesan dulu sebelum kedatangan,” ucap Akiko.

Robot penerjemah bernama Mr Art juga siap memandu pengunjung berkeliling pada jam-jam tertentu. Namun, robot berwarna biru ini hanya bisa berbahasa Jepang.


Keramik Tokushima

Satu perbedaan antara lukisan asli dan lukisan di Otsuka Museum adalah media lukis. Seluruh karya seni di museum ini dicetak di atas keramik dan diberi sentuhan khusus dari sejumlah seniman agar makin menyerupai aslinya.

Kisah tentang keramik yang dijadikan media lukis di Otsuka Museum tidak bisa lepas dari keberadaan Otsuka-perusahaan yang di Indonesia dikenal sebagai produsen Pocari Sweat dan Soyjoy. Prefektur Tokushima-tempat museum berada-adalah provinsi kelahiran perusahaan Otsuka.

Museum berada di kota Naruto di timur laut ibu kota Prefektur Tokushima. Jaraknya sekitar dua jam berkendara dengan bus dari Osaka.

Naruto dikelilingi pantai yang luas. Awalnya pasir di pantai itu tidak terpakai dan dibiarkan begitu saja. Sampai suatu hari, Masatomi Otsuka-adik almarhum Masahito Otsuka, generasi kedua pemimpin perusahaan Otsuka-datang ke ruangan Masahito sambil membawa segenggam pasir.

Pasir itu disebarkan ke meja Masahito. Masahito sempat bingung dengan pasir yang berasal dari selat Naruto itu. Pandangan generasi kedua pendiri perusahaan Otsuka ini baru terbuka setelah dijelaskan bahwa pasir Naruto dijual ke Osaka atau Kobe, dan baru menjadi produk yang dibeli dalam hitungan ton.

Perusahaan ini lantas berinisiatif mengolah pasir menjadi keramik. Keramik lantas menjadi salah satu produksi anak perusahaan Otsuka.

Menjelang peringatan ke-75 Otsuka, pihak perusahaan merencanakan museum seni yang berdiri di atas lahan seluas 66.630 meter persegi. Dibutuhkan waktu sekitar 10 tahun untuk melakukan riset, meminta hak paten dari pemilik lukisan, serta memindahkan gambar ke keramik. Ukuran lukisan pada keramik juga sepadan dengan ukuran lukisan aslinya.

“Museum didirikan di Naruto sebagai balas budi perusahaan kepada masyarakat sekitar. Kami berharap masyarakat Naruto tidak perlu pergi ke Eropa untuk melihat lukisan kelas dunia ini. Cukup datang ke museum,” kata Akiko.

Dana yang dikucurkan untuk membayar seluruh royalti ke pemilik lukisan tergolong fantastis, yakni 400 miliar yen atau sekitar Rp 40 triliun. Sebagian dari pemilik lukisan juga mengharuskan pihak museum memperpanjang hak paten yang diperoleh.

Seluruh detail lukisan dibuat menyerupai aslinya, termasuk bila ada bagian yang sobek atau bahkan sejumlah corat-coret iseng yang menempel pada lukisan itu. Di ruangan Villa dei Misteri, misalnya, sepotong bagian hilang sama seperti lukisan di ruangan aslinya di Italia.

Mozaik lukisan juga digambarkan dalam susunan kotak-kotak berwarna yang membentuk sebuah kesatuan gambar tersendiri. Gambar wajah dari obyek lukisan diusahakan agar tidak terpecah dan berada dalam satu kesatuan utuh kendati ukuran keramik mempunyai keterbatasan, yakni maksimal panjang 3 meter dan lebar 1 meter. Dengan demikian, kenikmatan memandangi lukisan keramik ini tidak terganggu dengan wajah yang terpecah.

Keramik juga membuat pihak museum tidak harus merawat lukisan serumit lukisan kanvas. “Perawatan dilakukan sesekali saja,” kata Akiko lagi.

Karena keramik juga, pengunjung bisa melihat lukisan dari dekat, bahkan sedikit menyentuh lukisan. Hanya beberapa karya yang diberi pembatas seperti Altarpiece karya El Greco yang disangga oleh altar emas.

Keindahan lukisan keramik di Otsuka Museum memang belum dikenal banyak di dunia internasional. “Rata-rata tamu Internasional yang berkunjung ke museum belum tahu mengenai museum ini,” ucap Manajer Marketing Produk Pocari Sweat Indonesia Ricky Suhendar.

Pasir pantai itu kini sudah menjelma menjadi keramik dan keramik itu bertutur tentang goresan tangan para maestro dunia. Dan, keramik juga menyimpan kisah tentang Tokushima. Inilah kisah para keramik dari kota Tokushima. (Agnes Rita Sulistyawaty)


Tinggalkan komentar

Kategori