Oleh: hurahura | 13 September 2012

Wayang Golek Betawi Ada Dua

Warta Kota, Rabu, 12 September 2012 – Meskipun tidak sepopuler wayang kulit Betawi, nama wayang golek Betawi sepertinya timbul tenggelam. Ada dua jenis wayang golek Betawi. Pertama, yang serupa dengan wayang golek Sunda, dalam bentuk dan tata cara pergelarannya. Bahasa yang dipakai berdialek Betawi. Lakon yang dimainkan adalah lakon-lakon yang biasa dipergelarkan sama dengan wayang golek Sunda, seperti Babad Alas Amar, Bandung Nagasewu, dan Patalikrama. Ada pula yang membawakan cerita Panji seperti Panji Kemeng Pati, Kuda Lalean, dan Kuda Narawangsa. Musik pengiring yang digunakan adalah gamelan. Wayang golek jenis ini populer di daerah Sukapura, Cilincing, dan Jakarta Timur.

Kedua adalah wayang golek yang umumnya disebut wayang golek Ciputat. Jenis wayang golek ini terbuat dari kayu, bentuknya mirip dengan bentuk wayang Pakuan. Kisah yang diambil adalah kisah-kisah yang terjadi di lingkungan sekitar, sehingga wayang golek ini tidak memakai perhiasan seperti sumping, makuta, dan kelat bahu. Bentuk mukanya juga disesuaikan dengan sifat, perangai, dan pembawaannya. Pada saat pergelarannya, dalang dibantu beberapa orang. Musik pengiring yang digunakan adalah Gamelan Ajeng lengkap dengan terompetnya (Ensiklopedia Jakarta, bagian I, 2003). Wayang golek Betawi juga sering mengambil kisah pribumi, seperti kehidupan para jawara dan jagoan pada zaman awal Batavia dalam melawan Kompeni.

Wayang kulit dan wayang golek Betawi merupakan salah satu produk dan aset budaya bagi kota Jakarta. Untuk itu keduanya harus dilestarikan bahkan dikembangkan untuk kepentingan pendidikan, kebudayaan, dan pariwisata. Modernisasi, teknologi, dan infrastruktur yang canggih tidak boleh mengabaikan masa depan budaya tradisional. Kita sebagai generasi penerus memiliki tanggung jawab moral untuk melestarikan kearifan budaya lokal agar mampu berkontribusi untuk Jakarta berbudaya.

Langkah terpenting adalah para dalang Betawi harus inovatif dalam mendalang dan harus bisa melakukan terobosan-terobosan dalam mengemas cerita, sehingga bisa meningkatkan minat penonton. Jangan dilupakan, perlu ada pembinaan dan regenerasi dalang. Di Museum Wayang, ada koleksi wayang golek lenong Betawi yang diciptakan tahun 2001. Mudah-mudahan dengan adanya ini kesenian wayang Betawi tidak akan punah. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)


Tanggapan

  1. Yang menarik adalah tekniknya. Ada wayang golek yang bisa mengeluarkan air mata atau darah,ada yang kepalanya tertancap sebilah golok, bahkan ada yang bisa berubah wujud menjadi hantu. “Teknik dasar pembuatannya saya pelajari di Jepang, di Indonesia saya kembangkan dan perkaya, hingga hasilnya seperti ini,” ujar Tizar bangga sambil memperlihatkan sebuah wayang golek yang wajahnya bisa terlepas lalu menjadi tengkorak.


Tinggalkan komentar

Kategori