Oleh: hurahura | 1 Juli 2012

Buku Harian Tukang Kayu (2 – Habis)

Warta Kota, Sabtu, 30 Juni 2012 – Sumber Jerman banyak digunakan oleh Adolf Heuken, untuk berbagai bukunya tentang Batavia. Nama Moritz Mohr, dikenal sebagai J.M. Mohr (1716-1775), merupakan salah satunya. Semula Mohr adalah seorang saudagar, kemudian menjadi ahli ilmu perbintangan (astronomi). Dia mendirikan observatorium yang pertama di Nusantara, tepatnya di bilangan Glodok sekarang. Upayanya yang cemerlang adalah menentukan garis lintang kota Batavia dengan tepat.

Informasi menarik disampaikan seorang tukang kayu Jerman dalam buku hariannya. Dia pernah bekerja dalam dinas VOC. Menurutnya, pada 29 Juli 1676 pernah dilaksanakan hukuman mati di Batavia. Empat orang pelaut dipancung karena membunuh seorang Tionghoa. Enam orang budak dipatahkan tubuhnya dengan roda karena mencekik majikan mereka. Seorang mestizo, digantung karena mencuri. Delapan orang pelaut dicap dengan lambang VOC yang panas karena desersi dan pencurian. Dua orang tentara Belanda ditarik ke tiang gantungan karena dua malam meninggalkan pos. Seorang wanita Belanda ditahan selama 12 tahun di penjara wanita karena berzina.

Tokoh lainnya yang dikenal di Batavia adalah Jakob Radermacher. Dia ikut mendirikan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW), cikal bakal Museum Nasional. Radermacher menyumbangkan sebuah rumah miliknya di Jalan Kalibesar, Jakarta Kota. Dia juga menyumbangkan sejumlah koleksi benda budaya dan buku. Selanjutnya adalah Friedrich Wurmb, pendiri Perpustakaan dan Museum Jakarta, sekarang Perpustakaan Nasional. Seperti halnya Radermacher, Wurmb termasuk pemrakarsa BGKW. Dia menjadi sekretaris pertama lembaga ini. Surat-surat yang ditulis Wurmb penuh informasi tentang cara kehidupan di Batavia pada akhir abad ke-18. Pada 1775 dia menulis bahwa sulit naik pangkat di Batavia tanpa koneksi orang berpengaruh. Pada bagian lain dia mengatakan, orang harus mengeluarkan uang banyak agar dapat hidup mewah sesuai dengan tingkat sosial mereka.

Hubungan Jerman dengan Indonesia, sebagai kelanjutan dari hubungan dengan Batavia, merupakan hubungan persahabatan Jerman terlama dengan negara di luar Eropa. Sejak 1506 Balthasar Sprenger dari Kamar Dagang Welser di Augsburg merupakan orang Jerman pertama yang mengunjungi negara kepulauan di Samudra Hindia. Nama Indonesia juga dipopulerkan oleh orang Jerman. Adolf Bastian dalam laporannya menyebut ”Hindia” yang disambung dengan kata bahasa Yunani ”nesus“ yang berarti pulau. Gabungan Hindia dan nesus kemudian berubah menjadi Indonesia. Pada 1872 dibuka Konsulat Kerajaan Jerman di Hindia Belanda. (Djulianto Susantio, pemerhati sejarah dan budaya)


Tinggalkan komentar

Kategori