Oleh: hurahura | 24 Februari 2012

Sejarah Garuda di Indonesia

Oleh: Djulianto Susantio
Arkeolog

Nama Garuda tentunya sudah mendarah daging di kalbu masyarakat karena menjadi lambang negara kita. Pemilihan burung Garuda, kemungkinan besar didasarkan atas mitologi kuno yang pernah populer dan berkembang di Nusantara berabad-abad lampau. Mereka yang menggemari cerita epik (kepahlawanan) dari masa purba, Ramayana, pastinya mengenal sosok Jatayu, penolong dewi Sinta dari penculikan raksasa jahat. Jatayu adalah pahlawan berujud burung Garuda. Karena perannya yang positif, maka Garuda begitu diagungkan.

Di dalam mitologi kuno sebenarnya ada beberapa binatang yang menonjol fungsinya. Yang pertama adalah Naga. Di Asia dan Oseania, Naga memegang peranan penting dalam kehidupan karena dianggap sebagai nenek moyang manusia. Naga juga diidentikkan dengan asal terjadinya sumber air dan tumbuh-tumbuhan yang berguna bagi manusia.

Dibandingkan Naga, Garuda dikenal belakangan di Asia Tenggara termasuk Indonesia melalui kebudayaan kuno India. Dalam mitologi, Garuda merupakan lawan dari Naga. Naga adalah lambang dunia bawah, sementara Garuda adalah lambang dunia atas, matahari, dan pengusir kegelapan. Naga dan Garuda merupakan unsur yang saling bertentangan, namun tidak dapat dipisahkan.

Tokoh Garuda dikenal dalam agama Hindu dan Buddha. Dalam agama Hindu, Garuda yang merupakan raja dari segala burung, dikaitkan dengan aliran Waisnawa (pemuja dewa Wisnu). Di dalam mitologi Hindu disebutkan bahwa Garuda bersedia menjadi wahana (= kendaraan tunggangan) Wisnu dengan imbalan kehidupan abadi. Bahkan Garuda diiming-imingi kedudukan lebih tinggi dari Wisnu dengan menempatkannya sebagai lambang bendera Wisnu. Sedangkan dalam agama Buddha, Garuda dikenal dalam berbagai kisah Tantri dan sebagai pelindung Buddhisme.

Dalam ikonografinya, Garuda diarcakan sebagai rajawali berbadan manusia, bertangan dua atau empat, dan sayapnya terbuka lebar. Kedua tangannya itu berada dalam sikap anjali, yakni mengatupkan tangan di depan dada seperti menyembah. Dua tangan yang lain membawa payung dan kendi. Salah satu kakinya menginjak beberapa ekor ular (naga).

(Bersambung)

*Tulisan ini merupakan bahan untuk penulisan ARKEOPEDIA (ENSIKLOPEDIA ARKEOLOGI)


Tinggalkan komentar

Kategori