Oleh: hurahura | 26 September 2010

Balar Teliti Jejak Etnis Arab

*Di Semarang, Balai Arkeologi Yogyakarta Menemukan Naskah-naskah Kuno

Kompas Jawa Tengah, Kamis, 23 Sep 2010 – Balai Arkeologi Yogyakarta meneliti jejak sejarah dan peninggalan arkeologi etnis Arab di Jawa Tengah. Penelitian tersebut berorientasi untuk mendokumentasikan peninggalan-peninggalan etnis Arab dalam konteks sejarah Islam yang selama ini belum tergarap optimal.

Balar Arkeologi (Balar) Yogyakarta memulai penelitian itu pada 2008 di Tegal, Pemalang, dan Pekalongan, kemudian pada 2009 di Semarang dan Surakarta. Adapun pada tahun ini, sasarannya adalah Kudus dan Jepara, yang merupakan wilayah pertumbuhan Islam pertama di Jawa selain Demak.

Arkeolog dan Sejarawan Islam Balar Yogyakarta, Masyhudi, Rabu (22/9), di Kudus, mengatakan, pada umumnya etnis Arab yang datang ke Jateng berasal dari Hadaramaut Yaman Selatan. Pendatang tersebut berasal dari golongan Alawiyin atau Dzuriah dan Masyaikh.

Golongan Alawiyin merupakan etnis Arab yang mengaku berasal dari garis keturunan Nabi Muhammad melalui keturunan Ahmad bin Isa. Adapun Masyaikh merupakan etnis Arab biasa yang bukan keturunan Nabi Muhammad.

“Tujuan utama mereka adalah berdagang dan ingin mencari penghidupan yang layak di daerah-daerah baru. Pasalnya, mereka pergi dari daerah asal karena tekanan dari Yahudi,” kata Masyhudi.

Menurut Masyhudi, jejak sejarah dan peninggalan arkeologi etnis Arab di Jateng cukup banyak. Misalnya, makam, masjid, rumah hunian, naskah-naskah kuno, dan toponim atau nama-nama tempat kampung Arab.


Naskah kuno

Di Semarang, misalnya, Balar Yogyakarta menemukan naskah-naskah kuno berupa Al Quran, khotbah-khotbah Idul Fitri, dan Fiqih, yang ditulis di kertas dengan tangan sekitar tahun 1800-an. Di Pekalongan dan Semarang, Balar menjumpai pula hunian khas Arab yang memiliki lorong yang saling menyambung ke 15 rumah lain.

“Dahulu, perempuan etnis Arab kalau keluar rumah harus melewati lorong-lorong itu,” kata Masyhudi.

Di Kudus, kata Masyhudi, Balar ingin mengetahui jejak dan peninggalan arkeologi etnis Arab terutama di masjid-masjid dan makam tua. Balar juga ingin mencari bukti-bukti terkait asal-usul Sunan Kudus yang sebenarnya, apakah dari Arab atau etnis lain.

Generasi ke-35 pendatang Arab di Kudus golongan Alawiyin, Habib Abu Bakar, mengatakan, pendatang Arab di Kudus mempunyai kekhasan. Sebagian besar pendatang memilih beradaptasi dengan budaya Jawa waktu itu.

“Yang saya ketahui, ayah dan kakek saya mengenakan kopiah atau peci hitam dan baju koko biasa, bukan peci atau surban putih dan jubah putih. Sejarah Arab di Kudus merupakan sejarah pembauran yang saling menghargai keberagaman,” kata dia. (HEN)


Tinggalkan komentar

Kategori