Oleh: hurahura | 8 Agustus 2013

Pihak Pabrik Baja Sepakat Dialog

Keutuhan Zona Penyangga Perlu Dijaga

Kompas, Selasa, 6 Agustus 2013 – Pemohon izin pendirian pabrik baja di dua desa, Wates Umpak dan Jati Pasar, Trowulan, Kabupaten Mojokerto, sepakat mendinginkan suasana. Mereka menghentikan sementara seluruh persiapan hingga ada dialog pemilik pabrik, warga, dan pengelola cagar budaya.

Menurut Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Aris Sofyani, pihaknya sudah berhubungan dengan pemohon izin pendirian pabrik baja, M Sundoro Sasongko, menyusul protes warga Wates Umpak. ”Disepakati penghentian sementara dulu,” kata Aris, di Surabaya, Jawa Timur, Senin (5/8).

Secara hukum kewenangan pemberian izin ada pada Pemerintah Kabupaten Mojokerto. Pihak BPCB berupaya mendinginkan masalah dengan mengomunikasikan persoalan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Menurut Aris, sejauh yang ia tahu, baru ada izin mendirikan bangunan yang diberikan Pemkab Mojokerto. Belum ada pemberian izin gangguan (HO) yang mensyaratkan persetujuan warga setempat.

”Jadi, belum akan ada kegiatan kalau izin HO belum terbit,” katanya. Ia membenarkan lokasi calon pabrik baja berada di daerah penyangga, yang berarti setiap kegiatan di lokasi situs harus diwaspadai sebagai ancaman terhadap situs meski belum ada bukti.

Dokumen yang beredar di tangan warga Wates Umpak, pada 14 Juni 2013 Pemkab Mojokerto sudah membuat pengumuman melalui Kepala Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal yang mengeluarkan surat yang ditandatangani Siti Djumaliah. Pengumuman kepada masyarakat berisi Permohonan Izin Gangguan Pendirian Perusahaan Industri Pengecoran Besi dan Baja PT Manunggal Sentral Baja, beralamat di Jalan Sikatan 25-27, Surabaya.

Warga resah karena proses pengumuman itu tidak terbuka sehingga mereka tidak tahu. Tokoh budayawan Ribut Semiyono, pematung yang rumahnya berhadapan langsung dengan rencana lokasi pabrik, mengatakan, pihaknya mendapati ada aparat desa yang diam-diam mengumpulkan tanda tangan warga.

”Yang diminta tanda tangan adalah warga yang tua, yang tidak memahami persoalan di lapangan,” kata Ribut.


Lokasi pabrik

Di lokasi yang dimohonkan, menurut Ribut, sebelumnya memang pernah beroperasi kegiatan industri, yakni industri penggilingan padi yang berdiri sejak 1970-an. Oleh pemiliknya, lokasi penggilingan padi itu dijual. Posisinya amat strategis, di tepian jalan raya negara Surabaya-Solo.

Namun, lokasi itu hanya berjarak 500 meter dari salah satu situs penting Wringin Lawang dalam kompleks situs yang selama ini diyakini bekas pusat kekuasaan Kerajaan Majapahit. Wringin Lawang adalah gapura atau pintu gerbang luar kerajaan, terbuat dari susunan batu bata setinggi 7,5 meter dalam bentuk dua bangunan berhadapan.

Situs ini dahulu pintu gerbang keraton, beberapa ratus meter dari kawasan yang disebut Pendopo Agung, pusat kerajaan.

Berjarak 500 meter dari lokasi pabrik juga baru ditemukan candi yang belum diteliti. Sementara diberi nama Candi Wates Umpak. ”Dalam zonasi kawasan, lokasi pabrik itu ada di zona penyangga yang harus dijaga keutuhannya,” kata Aris. (ODY)


Tinggalkan komentar

Kategori