Oleh: hurahura | 6 Desember 2013

Balai Konservasi Disparbud DKI Jakarta Menyelenggarakan “Field Study for Conservation”

Pembukaan kegiatan studi lapangan konservasi benteng (Field Study for Conservation “Martello Tower”) berlangsung pada 24 Nopember 2013 di Jakarta. Kegiatan tersebut diikuti sekitar 20 arkeolog, arsitek, sipil, dan disiplin lain dari berbagai instansi di Jakarta dan luar Jakarta. Mereka berasal dari Suku Dinas Tata Ruang, Suku Dinas Perumahan, Bidang Pengawasan Dalam Disparbud DKI Jakarta, Bidang Pengkajian dan Pengembangan Disparbud DKI Jakarta, dan Divisi Heritage PT Kereta Api Indonesia. Beberapa peserta luar Jakarta datang dari Dinas Tata Kota Ternate, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Ternate, Balai Pelestarian Cagar Budaya Batusangkar, dan Bidang Pelestarian Sejarah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sawahlunto.

Kegiatan diawali sambutan Plt Kepala Balai Konservasi Enny Prihantini. Dikatakan, kegiatan studi lapangan ini merupakan lanjutan dari kegiatan terdahulu, September 2013 lalu, di Gombong dan Trowulan. Ketika itu berlangsung workshop bangunan cagar budaya struktur bata.

Wakil Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Tinia Budiati, membuka acara sekaligus memberikan sambutan. Ia mengharapkan para generasi muda ini bisa menjadi calon-calon pejabat yang mengerti masalah pemugaran dan pekerjaan teknis lain di lapangan. Pembekalan juga diberikan oleh mantan Kepala Balai Konservasi, Candrian Attahiyyat dan arkeolog dari Belanda, Hans Bonke.


Konservasi

Kegiatan studi lapangan sengaja diperuntukan buat pegawai yang berkecimpung di bidang yang menangani pengawasan pembangunan. Masalahnya, pembangunan fisik begitu pesat, sementara proses pembongkaran atau penghancuran bangunan kerap berlangsung meskipun sudah ada undang-undang. Pemugaran atau perbaikan gedung juga sering terjadi, sehingga hal ini memerlukan pengawasan.

Pemaparan materi kepada para peserta diberikan oleh Djauhari Sumintardja. Ia menyampaikan makalah “Kaidah Pelestarian Bangunan dan Lingkungan Cagar Budaya, Antara Harapan dan Kenyataan”. Menurutnya, secara umum teori yang mendasar dalam penataan dan pembinaan bangunan serta lingkungan yang bernilai pusaka budaya dari segi manajemen memiliki tiga cara pendekatan, yakni modal ekonomi, modal budaya, dan modal teknologi. Djauhari juga menjelaskan aspek hukum dari Undang-undang Cagar Budaya dan Surat Keputusan Gubernur.

Pemaparan berikutnya diberikan oleh Naniek Widayanti. Studi teknis pemugaran, katanya, harus memperhatikan tiga aspek, yaitu arkeologis, historis, dan teknis. Hasil dari pemugaran juga harus mempunyai manfaat, misalnya wisata sejarah dan laboratorium penelitian.

Menurut Naniek, kendala di Indonesia adalah sistem pendanaan. Misalnya ketika masyarakat melaporkan adanya temuan arkeologi, kita tidak punya dana. Selanjutnya ketika ada dana, arcanya sudah hilang. “Di luar negeri kalau ada penemuan diberi border line. Setelah itu tanahnya dibeli negara,” katanya menjawab pertanyaan seorang peserta.


Galeri Foto:

Novotel-03Field Study for Conservation “Martello Tower”

Tin-01Waka Disparbud DKI Jakarta Tinia Budiati

EnnyPlt Kepala Balai Konservasi Disparbud DKI Jakarta Enny Prihantini

CandHans Bonke (Kiri) dan Candrian Attahaiyyat (Kanan)

Djauhari-02Djauhari S.

Nanik-02Nanik W.

Cand-02Para peserta studi lapangan


Tinggalkan komentar

Kategori