Oleh: hurahura | 24 Mei 2011

Kepurbakalaan: Desa Bokoharjo Terus Membangun “Kerajaannya”

KOMPAS – Kamis, 19 Mei 2011 – Citra Candi Ratu Boko adalah sejarah panjang kehidupan zaman klasik. Begitu kalangan arkeolog sering membuat pernyataan tentang keberadaan candi yang memiliki kawasan luas dan unik di Desa Bokoharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, itu.

Ya, sejarah panjang bukan hanya karena masa silamnya yang diduga menjadi tempat manusia membangun peradaban dari abad VIII-IX, tetapi juga masa pemugarannya yang membutuhkan sejarah panjang. Tidak ada pemugaran situs candi dari sisi waktu melebihi Candi Ratu Boko ini, kendati itu candi besar sekali pun seperti Prambanan atau Borobudur. Seolah-olah Desa Bokoharjo ini sedang punya kerja besar membangun kembali “kerajaannya…”

“Ya tidak mungkin sempurna seperti dulu. Kami hanya menyelamatkan bangunan-bangunan yang memang masih tampak dan bisa diselamatkan,” kata Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta Herni Pramastuti.

Bahkan, menurut Herni, sampai kini Candi Ratu Boko masih terus dipugar dengan menggunakan dana APBN yang diajukan setiap tahun. Seperti terlihat Kamis (14/4), pemugaran dilakukan terhadap Candi Pembakaran yang terletak di ujung kanan kompleks candi. “Dana yang kami terima tidak besar, namun setiap tahun kami anggarkan untuk membangun Ratu Boko,” katanya.

Meskipun tak seluas Ankor Wat di Kamboja, Ratu Boko merupakan temuan candi yang terluas dibanding candi-candi lain di Indonesia. Luasnya sekitar 160.896 meter persegi (lebih kurang 17 hektar), terletak di atas perbukitan Boko yang memiliki ketinggian 195,97 meter di atas permukaan laut.

Jarak dengan Candi Prambanan hanya tiga kilometer. Ini yang kemudian membuat Prambanan bisa terlihat dari ketinggian Ratu Boko. Bahkan, kalau kita berdiri di poros gapura utama Candi Ratu Boko, juga akan terlihat pucuk Candi Kalasan yang letaknya satu kilometer di barat Candi Prambanan.

Ratu Boko memang dikelilingi candi besar maupun kecil, yang letaknya mengikuti struktur punggung perbukitan Boko. Di timur Ratu Boko ada Candi Barong, Miri, Candi Ijo, dan reruntuhan sejumlah candi kuno. Di dataran rendah sebelah tenggara terdapat Candi Banyunibo dan di sisi barat ada Situs Watu Gudig. Posisi ini yang kemudian disebut dalam buku Ratu Boko yang Terlupakan (Th Aquino Soenarto, PH Subroto, dan Dukut Santosa, 1993), bahwa Ratu Boko dan sekitarnya merupakan kawasan budaya masa klasik yang sangat indah.


Bangunan

Meski disebut candi, Ratu Boko tidak memiliki bentuk candi persembahyangan seperti Prambanan atau Borobudur, yang seluruhnya terbuat dari batu. Ratu Boko lebih merupakan kompleks hunian ataupun persembahyangan yang bagian atasnya terbuat dari kayu. “Jadi kita hanya bisa melihat bentuk dasarnya saja, sedang bagian atas pasti sudah lama hancur karena terbuat dari kayu. Kamitak bisa mengetahui lagi bagaimana rupa bangunan atasnya,” kata Herni.

Belum terungkap jelas keberadaan Ratu Boko. Spekulasi yang muncul, kompleks Ratu Boko merupakan bekas kerajaan. Yang sudah pasti, dari prasasti yang ditemukan di kompleks tersebut, kawasan ini dibangun oleh seorang Raja Rakai Pikatan pada sekitar abad VIII. Kawasan ini disebut sebagai kompleks kerajaan, yang tercermin dari nama-nama bangunannya, seperti paseban, pendapa, keputren, dan sebagainya.

Diduga sebagai tempat persembahyangan, karena di kompleks ini juga ditemukan tempat pembakaran, ditemukan arca-arca Buddha dan Hindu. Kesimpulan yang sementara ini diyakini oleh kalangan arkeolog, tempat ini pernah dikelola oleh dua agama, yaitu Hindu dan Buddha, yang melakukan kegiatan hidup di tempat ini selama 100 atau 200 tahun.

Pemugaran kompleks Ratu Boko bisa dikatakan dilakukan sejak ditemukan oleh arkeolog Belanda, Van Bocckholtz, tahun 1790. Pemugaran diawali dengan pencatatan situs yang ada. Sampai pada observasi yang dilakukan FDK Bosh pada tahun 1915, disimpulkan bahwa kompleks Ratu Boko merupakan kompleks bangunan keraton padamasa Jawa klasik.

Penelitian lebih lanjut dalam rangkaian pemugaran dilakukan lagi oleh FDK Bosch, NJ Krom, dan WF Stuterheim, tahun 1938 sampai 1973. Mulai tahun 1973 penanganan diambil alih oleh arkeolog Indonesia. Dari hasil olahan data yang diperoleh dari peneliti Belanda itu, dan juga hasil penelitian arkeolog Indonesia pada tahun 1976, pada tahun 1978 dilakukan pemugaran dengan menggunakan dana dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (sekarang Kementerian Pendidikan Nasional).

Pemugaran candi serius dilakukan oleh pemerintah. Selama 15 tahun, mulai tahun 1978 dari Pelita II sampai Pelita V, pemerintah terus menyediakan anggaran, termasuk pembebasan lahan dan memindahkan sekitar 70 keluarga dari lokasi situs. Dalam kurun waktu 15 tahun itu hampir seluruh kompleks bangunan sudah bisa dipugar.

“Sekali lagi, yang kami pugar memang situs-situs yang tampak, sedang yang belum tampak masih terus diteliti. Selama masih ada yang perlu dipugar, kami terus mengajukan dana ke negara lewat APBN,” kata Herni.


Bandung Bondowoso

Ngadimin (84), pensiunan pegawai purbakala yang tugasnya mencari dan menyetel batu-batu candi, menyatakan, memugar candi itu tidak gampang. “Saya dulu harus jalan mondar-mandir mencari batu-batu, mencocokkan batu yang satu dengan batu yang lain, di antara ribuan batu yang berserakan. Mencocokkan batu-batu itu yang butuh waktu lama. Dua hari baru bisa mendapat satu batu yang cocok bisa terjadi,” katanya.

Ngadimin ingin seperti Bandung Bondowoso-kisah mitos yang mewarnai keberadaan Candi Ratu Boko-yang bisa membangun candi dalam waktu semalam. Dikatakan, semua warga yang pernah tinggal di situs Ratu Boko punya kesadaran merelakan tanahnya untuk dibebaskan, termasuk lima keluarga yang sampai saat ini masih menetap di situs itu. “Mereka juga mau pindah jika memang sudah dibutuhkan. Orang di sini selalu menghormati Ratu Boko dan Bandung Bondowoso, tidak berani melawan,” katanya.

Tanah di lokasi situs yang ditinggali oleh lima keluarga itu letaknya tepat pada bangunan talut yang panjangnya ratusan meter yang mengelilingi situs bangunan pendapa. Pembebasan tanah ini mutlak perlu karena termasuk menghalangi pemugaran bangunan inti. (TH PUDJO WIDIJANTO)


Tinggalkan komentar

Kategori