Oleh: hurahura | 6 Mei 2016

Rumah Radio Bung Tomo Dirobohkan

Bungtomo-1Prasasti yang menyatakan rumah Pak Amin adalah bangunan cagar budaya

Sebuah rumah yang pernah digunakan oleh Bung Tomo untuk melakukan siaran radio kemerdekaan, tiba-tiba diketahui sudah rata dengan tanah pada 3 Mei 2016. Rumah bersejarah yang dikenal sebagai Rumah Radio Bung Tomo itu berlokasi di Jalan Mawar 10-12, Surabaya.

Di dalam rumah itu Bung Tomo pernah membakar semangat warga Surabaya lewat corong radio di masa perang November 1945. Rumah itu disulap menjadi stasiun radio sekaligus tempat persembunyian Bung Tomo. Orang menyebutnya radio Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia.

Selain Bung Tomo, ada Muriel Stuart Walker atau dikenal luas sebagai K’tut Tantri yang bersiaran di sana. Tantri berasal dari AS, yang kemudian menjadi penulis pidato Presiden Sukarno. Ia berjasa menyiarkan perjuangan Indonesia ke luar negeri menggunakan bahasa Inggris. Radio tersebut akhirnya diketahui oleh musuh, sehingga memaksa Bung Tomo memindahkannya ke Jalan Biliton.

Pemerintah Kota Surabaya menjadikan rumah tersebut sebagai benda cagar budaya lewat SK Wali Kota Surabaya No. 188.45/004/402 1 04/1998. Pernyataan itu tertempel pada sebuah pelat seng berwarna keemasan tertempel pada depan tembok teras dan juga sebuah prasasti yang ada di halaman depan rumah.


17 Milyar

Seorang mandor bangunan, sebagaimana detik.com, mengatakan bahwa pekerjaan pembongkaran yang dilakukannya sudah berjalan sekitar sebulan lamanya. Ia mengaku tak tahu jika rumah yang diratakannya merupakan bangunan cagar budaya. Ia hanya tahu jika ia telah menerima order proyek untuk merobohkan rumah itu. Dan tugas tersebut sudah hampir diselesaikannya. Ia juga tak tahu mau dibangun apa di tempat tersebut.

Bungtomo-5Kondisi bangunan saat ini sudah rata dengan tanah

Warga sekitar sebenarnya tahu jika bangunan bernomor 10-12 itu merupakan bangunan cagar budaya. Mereka juga tahu pembongkaran tersebut. Namun mereka tak tahu jika bangunan cagar budaya tak boleh dihancurkan.

“Kabarnya sih dijual Rp 17 miliar. Yang beli pemilik bangunan di sebelahnya. Tapi itu benar atau tidak, saya tidak tahu,” ujar penjual nasi di seberang bangunan yang enggan disebut namanya sebagaimana dikutip detik.com.

Rumah itu awalnya dimiliki oleh Amin. Setelah Amin meninggal, rumah diwariskan kepada anaknya, Narindrani. Tapi Narindrani lebih sering berada di Malang, Jawa Timur. Bagian samping Rumah Amin difungsikan sebagai tempat kos.

Bangunan tersebut pernah lolos dari bom sekutu tahun 1945. Namun ironis, saksi bersejarah itu justru dihancurkan oleh bangsa sendiri.


Undang-Undang Cagar Budaya

Menurut Undang-Undang Cagar Budaya (UUCB) Nomor 11 Tahun 2010, syarat sebuah cagar budaya ada empat. Pertama, berusia 50 tahun atau lebih. Kedua, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun. Ketiga, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Keempat, memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Bangunan tersebut berdiri pada 1935, jadi sudah jelas masuk kategori cagar budaya.

Bungtomo-2Kondisi rumah sebelum pembongkaran

“Bongkar-membongkar bangunan di kota itu biasa. Tapi bangunan mana yang perlu dilestarikan, perlu dijaga benar. Karena itu kegiatan bongkar-membongkar di kota yang punya sejarah panjang, perlu adanya kerja integratif antarinstansi,” demikian Prof. Moendardjito yang pernah menjadi Tim Ahli Cagar Budaya Nasional dalam diskusi di Facebook.

Moendardjito sangat sedih. Katanya, bayangkan jika anak cucu kita akan melihat warisan budaya Bung Tomo dan aktivitasnya dalam gedung itu sesuai dengan pelajarannya di sekolah, lalu kita mau bilang apa?

“Dulu nak, di sini ada gedung penting dalam sejarah. Lalu anak bertanya, sekarang di mana gedung itu pak? Jawab sang bapak, “Sudah gak ada nak.”

Sebenarnya pembongkaran itu bisa dicegah. Soalnya bagian bangunan di sisi selatan telah lebih dahulu dibongkar. Tampaknya, kapling rumah itu dipecah ahli warisnya. Yang sisi selatan lebih dahulu laku dan dibongkar sekitar tiga tahun lalu.

Menurut pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) di Trowulan, tim ahli cagar budaya Surabaya sudah mengingatkan agar bangunan tidak dibongkar secara menyeluruh, namun hal itu diabaikan. Kini kewenangan pihak pemkot untuk menanganinya. Pihak BPCB sendiri siap untuk memfasilitasi secara akademis.

Kemungkinan besar, pembongkaran terjadi karena salah persepsi terhadap UUCB 2010. Tampaknya penetapan sebagai cagar budaya menjadi kunci dalam permasalahan ini. Padahal SK Walikota saja sudah memiliki kekuatan hukum tetap.

Sekarang yang harus diperhatikan adalah soal kepemilikan. Pasal 22 menyebut, “Setiap orang yang memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya berhak memperoleh Kompensasi apabila telah melakukan kewajibannya melindungi Cagar Budaya. Kompensasi itu berupa pengurangan pajak bumi dan bangunan dan/atau pajak penghasilan.

Bungtomo-4Pelat seng yang menempel di dinding rumah nomor 10

Masalahnya kemudian, bagaimana bila bangunan tersebut dimiliki oleh perorangan atau instansi, apakah mereka harus memelihara bangunan tersebut seumur hidup? Bagaimana bila mereka tengah menghadapi masalah keuangan? Hal ini tentu harus menjadi pemikiran mendalam.

Sebaiknya pemerintah segera membeli bangunan cagar budaya milik perorangan, yayasan, atau swasta. Ini demi pertimbangan pelestarian. Bangunan tersebut bisa dipugar lalu dijadikan sarana untuk publik, misalnya perpustakaan atau museum. Hal itu harus menjadi tanggung jawab negara. (Djulianto Susantio)

(Sumber foto: Facebook)


Tinggalkan komentar

Kategori