Oleh: hurahura | 24 Maret 2011

Dirjen Purbakala: Bukit Piramid Amat Menarik

Gunung Sadahurip, Garut – Foto: Turangga Seta

vivanews.com, Selasa, 1 Maret 2011 – Para peneliti di Pusat Penelitian Arkeologi Nasional akan membahas penemuan beberapa bukit yang memiliki bentuk mirip dengan piramid di beberapa daerah di Indonesia.

Hal itu dikemukakan oleh Direktur Jendral Sejarah dan Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Aurora Tambunan kepada VIVAnews, Selasa 1 Maret 2011.

“Bukit itu adalah temuan geologi dengan bentuk yang sangat menarik. Tindak lanjut penelitian akan dirapatkan oleh Puslit Arkenas,” ujar Aurora Tambunan, melalui pesan pendeknya kepada VIVAnews.

Namun, demikian, menurut Aurora yang lebih akrab dipanggil Lola, hingga kini belum ada bukti tinggalan arkeologi di tempat itu. “Maka saya tidak dapat menyebutnya sebagai cagar budaya,” Lola menjelaskan.

Temuan bukit yang mirip bentuk piramida hingga kini masih mengundang kontroversi di kalangan para peneliti. Pada Kamis pekan lalu, saat para peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional melakukan pertemuan dengan Yayasan Turangga Seta, para arkeolog terkesan masih menunggu hasil penelitian resmi terlebih dahulu.

Sebab, saat itu kelompok Turangga Seta belum bisa mempublikasikan hasil uji geolistrik yang sempat mereka lakukan. Namun, VIVAnews sempat diperlihatkan hasil uji geolistrik yang dilakukan Turangga Seta bersama seorang pakar geologi ternama.

Hasil uji geolistrik itu menangkap keberadaan sebuah struktur batuan yang tak biasa yang mirip dengan bangunan piramid, di bawah permukaan bukit di Gunung Lalakon, Desa Jelegong, Kecamatan Kotawaringin, Kabupaten Bandung.

Di atas struktur bangunan mirip piramid itu, terdapat pola lapisan batuan tufa dan breksi yang berselang seling, dengan posisi melintang.

“Selama ini saya tidak pernah menemukan struktur subsurface seperti ini. Ini tidak alamiah,” kata seorang pakar geologi terkenal yang turut dalam penelitian bersama tim Turangga Seta, pada sebuah rekaman video yang diabadikan.

Lebih lanjut, pakar geologi itu menunjuk sebuah bentukan di dalam strutur bangunan itu, yang mirip dengan lorong atau pintu. Ia memperkirakan struktur seperti itu kemungkinan besar adalah struktur buatan manusia.

Selain uji geolistrik di Gunung Lalakon itu, Pendiri Yayasan Turangga Seta, Agung Bimo Sutedjo, mengatakan bahwa mereka telah melakukan uji seismik di 18 titik.

Anggota Turangga Seta, Hery Trikoyo mengatakan bahwa hasil uji geolistrik di Gunung Sadahurip yang terletak di Desa Sukahurip Pengatikan Kabupaten Garut Jawa Barat, juga menunjukkan hasil yang sama.

Namun pada bukit itu tidak dijumpai adanya rongga seperti pintu, seperti halnya bukit di Bandung. “Mungkin karena kami hanya mengujinya di salah satu bagian lereng bukit saja,” katanya.


Tanggapan

  1. GUNUNG PETI
    Telah hampir 6 tahun saya dengan rekan – rekan selalu berkegiatan olahraga Sepeda onthel dengan rute favorite antara Cikajang – Batu tumpang yang jaraknya kurang lebih 12 Km, mengapa rute ini menjadi favorite bagi pesepeda, baik sepeda onthel ataupun sepeda federal/sepeda gunung?, ketika suasana masih pagi keadaan fisik masih fit sekitar pukul 07.00 kita mengarungi perjalanan tersebut yang hampir didominasi tanjakan, namun itu tidak menjadi halangan karena fisik masih segar dan fit, ditambah disamping kiri kanan jalan sampai ditempat tujuan (Batu tumpang: Red) dihiasi pemandangan yang sangat menakjubkan, hawa begitu segar, diiringi nyanyian burung dan gemerciknya air. Perjalanan panjang itu tidak membosankan, tiba ditempat tujuan sewajarnya tempat wisata yang sangat murah dapat dipastikan menjadi animo sangat besar bagi masyarakat lokal maupun masyarakat dari luar kota, disana (Batu tumpang : Red ) telah berjejer warung – warung yang menyediakan kuliner tradisional ala Sunda yang cukup hanya merogoh isi kocek kisaran 20ribuan. Satu sampai dua jam sudah dianggap cukup untuk makan atau bercengkrama, kita para pesepeda mulai mengarungi kembali jalan untuk pulang, dengan perut yang telah kenyang disambut jalan yang terus menurun, perjalanan pulang inilah menjadi moment yang sangat special bagi saya pribadi, perjalanan antara saung seng hingga Cigugur mata dan perhatian saya fokus seakan terhifnotis oleh suatu objek, objek tersebut sangat menyita perhatian (nyongcolang : Sunda Red ).
    Telah hampir 6 tahun mengamati objek dimaksud, dengan segala kepanasaran saya melakukan investigasi kecil – kecilan terhadap para tokoh masyarakat, para tetua dan para inohong tentang apa, mengapa dan bagimana onjek tersebut ada? 3 bulan lalu terjawablah sudah segala kepanasaran dan pertanyaan yang selama ini bergejolak di dalam hati saya :
    1. Objek tersebut adalah sebuah gunung kecil (pasir : sunda Red), sejak Zaman karuhun dinamakan Gunung Peti.
    2. Ada terdapat beberapa gunung disekitarnya, yang merupakan mata rantai yang tidak terputus, namun keberadaan Gunung Peti ini seakan menyiratkan mata rantai tersendiri yang terputus. Posisi mandiri dibanding gunung – gunung lainnya.
    3. Bentuk gunung sangat simetris jika dilihat dari arah manapun, gunung berbentuk suhunan panjang apabila pandangan diarahkan ke puncak gunung, sedangkan kalau dilihat keseluruhan seperti suhunan julang ngapak, suhunan panjang atau julang ngapak adalah bentuk tradisional rumah – rumah sunda pada umumnya.
    4. Bentuk gunung semakin ke atas semakin runcing memanjang.
    5. Gunung Peti ini hanya ditumbuhi rerumputan dan tumbuhan – tumbuhan perdu lainnya.
    6. Area sekitar Gunung Peti sangat Rawan Longsor apabila terjadi Hujan besar, namun sampai saat ini di Gunung peti hal tersebut tidak pernah terjadi, serta didukung bukti tidak adanya bekas longsor. Kemiringan simetris tebing kiri ataupun tebing kanan, tebing depan dan belakang rata – rata mencapai 65 derajat. Dengan kondisi tanah berwarna coklat kehitaman kontur tanah gembur umum di daerah pertanian sayuran Cikajang yang sangat mudah menyerap air.
    7. Gunung peti berada di Wilayah Otonom Kecamatan Banjarwangi tepatnya di Desa Tanjung Jaya yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Cikajang, malahan secara umum masyarakat mengatakan Gunung Peti Cikajang.
    8. Menurut sumber yang dapat dipercaya, bahwa gunung itu biasa dikunjungi oleh para peziarah dari dalam dan luar kota.
    9. Terdapat beberapa versi cerita mitos (Cerita saur sepuh) yang berkembang di masyarakat, yang pada kesimpulannya menyiratkan adanya kandungan” harta karun di dalamnya.”
    10. Kecurigaan terbesar adalah pada penamaan Gunung : “GUNUNG PETI”.
    11. Point – point di atas adalah merupakan sebagian indikator, yang dapat disimpulkan bahwa gunung itu berdiri bukan semata – mata alami, tetapi ada ihtiar kekuatan manusia (Handmade ).

    12. Kaidah Arkeologi dan kepurbakalaan mensyaratkan adanya bukti permulaan berupa artefak, sebelum objek dimaksud dieksplorasi, artefak dapat berupa potongan gerabah atau pekakas lainnya berupa peninggalan kepurbakalaan. Namun kaidah tersebut seiring dengan berjalannya waktu berubah dikarenakan pada situs – situs kepurbakalaan yang ditemukan kemudian justru artefak banyak ditemukan berbarengan ketika objek tersebut dieksplorasi. Perkembangan selanjutnya sesuai dengan kaidah perkembangan modern uji keyakinan menggunakan alat modern, berupa pengindraan satelit, Uji Geoladar dan uji Geo listrik, sedangkan untuk menentukan umur objek/situs menggunakan uji Karbon Dating.
    saya sebagi pribadi sangat mengharapkan pihak – pihak terkait, para ahli dibidangnya ( Balai Kepurbakalaan dan Arkeologi ) untuk turun ke daerah tersebut guna melakukan penelitian lebih lanjut,
    Saya yakini apabila segalanya telah terbuka secara terang – benderang akan lebih memberikan manfaat bagi daerah/ masyarakat sekitar ataupun bagi penambahan khasanah kekayaan budaya adiluhung daerah dan nasional, warisan peradaban yang sangat agung. Manfaat yang dapat diambil meliputi :
    1. Untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar, dengan dibukanya area pariwisata budaya dan adat, sebagai mana kita ketahui bahwa Garut selatan hanya mengandalkan pariwisata alam dan kelautan. Apabila Gunung peti di eksplorasi tidak menutup kemungkinan aset – aset kepurbakalaan lainnya di Garut selatan akan mengemuka, contoh lainnya adalah Batu patapan yang berada di Kp. Genteng Ds. Cipangramatan Cikajang yang penulis yakini akan merupakan satu rangkaian tidak terputus dengan Gunung Peti.
    2. Akan membuka kemaha karyaan karuhun sunda yang adiluhung dan Agung, di bidang Arsitektur.
    3. Membuka sejatinya sejarah kasundaan yang merupakan bagian dari jejak – jejak peradaban Lemuria/peradaban atlantik yang hilang yang sebagiannya muncul kembali berupa gugusan Kepulauan Nusantara.
    4. Sebagai bentuk keprihatinan atas dasar sangat miskinnya terhadap ditemukannya jejak – jejak kepurbakalaan di tatar sunda, selain dari situs batujaya Karawang dan situs, Candi cangkuang Leles Garut, serta ditemukannya situs terbesar di Jawa Barat bahkan di Asia Tenggara yaitu situs Gunung Padang Cianjur.
    5. Sebagai bukti kesejarahan yang tidak terbantahkan, Bahwa kerajaan/peradaban Sunda Nusantara telah pernah ada dan berjaya.
    Bahasan ini adalah merupakan Asumsi dan Opini sederhana dari penulis yang pengetahuan kepurbakalaannya sangat terbatas, saya menyadari sepenuhnya bahwa hal di atas memerlukan pembahasan dan penilitian secara mumpuni dari para ahli terkait. Asumsi ini dapat dijadikan dasar – dasar penelitian lebih lanjut.
    Penulis : Wawan Sopyan berdomisili di Cikajang sebagai Pemerhati masalah Sosial, Pendiri dan Penggiat Raksa Baraya dengan Jabatan ketua Bidang Kemasyarakatan dan Seni Budaya, Ketua Umum Pasheu-Ck ( Paguyuban Sapedah Heubeul Cikajang ).


Tinggalkan komentar

Kategori