Oleh: hurahura | 3 April 2012

Di Indonesia Tidak Ada Peradaban Atlantis dan Piramida

Peneliti senior dari Pusat Arkeologi Nasional, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. (Ris) Harry Truman Simanjutak, membantah anggapan bahwa Situs Gunung Padang di Cianjur (Jawa Barat) adalah bagian dari Atlantis. Situs tersebut juga bukan merupakan piramida sebagaimana isu selama ini.

Harry yang berbicara pertama dalam acara “Rembuk Arkeologi Situs Gunung Padang” Kamis, 29 Maret 2012 lalu, membawakan paparan berjudul “Piramida Jawa Barat dan Peradaban Atlantis Sundaland Itu Tidak Ada”. Menurutnya, Gunung Padang hanya merupakan sebagian kecil dari besarnya isu ‘piramida dan atlantis’ yang tengah berkembang di masyarakat Indonesia. Kami sebagai peneliti berusaha merespon isu-isu tersebut. Dalam beberapa kesempatan, kami sudah sering menyampaikan pandangan, baik melalui media, seminar, bahkan memberikan masukan-masukan tentang apa maksud pesan di balik piramida dan peradaban atlantis tersebut.

Pusat Arkeologi Nasional, lanjut Harry, sudah melakukan penelitian di seluruh pelosok Nusantara selama puluhan tahun. “Kami melihat tidak sekalipun ada informasi mengenai piramida dan peradaban atlantis di Nusantara,” katanya.

Jika bicara tentang piramida dan atlantis, maka kita bicara tentang peradaban. Sejak manusia pertama ada, yaitu mencari makan dengan berburu dan meramu, kemudian berkembang. Akhirnya manusia hidup menetap untuk saling bekerja sama. Kondisi tersebut memerlukan pranata sosial dan seorang pemimpin.

Sementara itu kebudayaan tingkat peradaban memerlihatkan adanya stratifikasi sosial, perdagangan, metalurgi, bangunan arsitektur, sistem penulisan, kerajinan tangan, transportasi, kalender, militer, dan lain-lain. Tentu saja tidak semua ciri harus ada dalam suatu peradaban. Peradaban tertua, menurut Harry, terdapat dalam berbagai suku bangsa, Mesopotamia (3500-1800 SM), Minoan di Pulau Kreta (2.600-1.100 SM), Mesir (2.572-2.134 SM), Indus (2.500-1.700 SM), dan Longshan (2.500-1.900 SM). Di Nusantara peradaban tertua berasal dari sekitar 5.000 tahun yang lalu (3.000 SM).

Dalam bukunya, Plato menulis bahwa terdapat peradaban tertua yang berasal dari 11.600 tahun yang lalu yang disebut atlantis. Dia mengatakan di Samudera Atlantik terdapat sebuah pulau yang berada di depan pilar-pilar Hercules. Pulau tersebut merupakan jembatan ke benua-benua lain. Plato juga banyak mengungkap deskripsi kultural. Atlantis dikatakan induk dari seluruh kebudayaan di dunia. Gambarannya indah sekali, penuh logika dan rasional. Di bagian penutup dia mengatakan, “Penduduk berbudi luhur, namun sombong, iri hati, sehingga lambat laun ditimpa bencana”.Plato sendiri hidup pada masa 427-347 SM.

Pendapat Plato itu membuat banyak peneliti berlomba-lomba mencari keberadaan Atlantis. Banyak buku telah dihasilkan para Atlantologi. Yang populer di Indonesia adalah karya Prof. Arysio Santos. Dia mengatakan bahwa Atlantis ada di Indonesia, tepatnya di Tanah Sunda. Santos adalah seorang geolog dan pakar fisika nuklir dari Brasil.

Menurut Harry, kesimpulan Santos tidak tepat karena peradaban moderen di daerah tersebut baru muncul 6.000 tahun yang lalu. Sebaliknya, Santos masih berpegang pada 11.600 tahun lalu. Pada era tersebut, peradaban manusia masih pada fase Mesolitikum. Pada masa ini peralatan yang digunakan masih terbuat dari batu seadanya. Memasuki 8.500 tahun lalu muncul masa Neolitikum, tetapi tetap belum bisa dibilang maju.

Di Indonesia keberadaan peradaban maju baru masuk sekitar 4.000 tahun lalu. Tiga penanda utamanya adalah temuan kubur tempayan, bangunan megalitik, dan pengaruh budaya Dongson. Bangunan megalitik sendiri berkembang pada awal Masehi hingga masa sejarah. Disayangkan Harry, penelitian Santos hanya melalui pendekatan mitos, naskah, dan tradisi kuno. Santos pun hanya melakukan kajian geologi, paleogeografi, dan paleo-iklim tanpa melibatkan arkeologi. Memang, Santos menyinggung temuan arkeologi tapi dia tidak menyebutkan ujud artefak tersebut secara spesifik. Yang jelas, kata Harry, Situs Gunung Padang tidak punya kaitan dengan piramida. Bahkan, arkeologi tidak memiliki data dan fakta tentang hal itu.

Menurut Harry, isu piramida Jawa Barat mirip dengan isu sejenis di Bosnia pada 2005. Ternyata para pakar di seluruh dunia menentang adanya piramida tersebut. “Di Nusantara betapa banyak gunung yang berbentuk persis seperti piramida, misalnya Gunung Sewu atau beberapa gunung di Indonesia Timur. Jika ada kesamaan tipologi, bukan lantas gunung-gunung tersebut adalah bangunan piramida,” jelas Harry.

Data arkeologi regional, jelasnya lagi, tidak mengenal adanya ruang di bawah bangunan megalitik. Dalam penutupnya Harry mengatakan, “Kita ingin Atlantis dan Piramida itu ada, namun kita tidak ingin mengada-ada, karena memang tidak ada”.


Geolistrik dan georadar

Sebelumnya, Tim Bencana Katastropik Purba (BKP) memerkirakan Situs Gunung Padang dibangun sekitar 5.500 tahun SM hingga 10.000 tahun SM. Dengan demikian umur situs tersebut lebih tua daripada piramida di Mesir (2.560 SM) dan situs Machu Picchu di Peru (1.440 SM). Tarikh situs menggunakan pertanggalan radio karbon (C-14 carbon dating) pada contoh tanah dari dua titik pengeboran. Staf Khusus Presiden Bidang Sosial dan Bencana, Andi Arief, pernah mengungkapkan bahwa Situs Megalitikum Gunung Padang merupakan suatu temuan besar, kemungkinan adanya peradaban manusia di dunia.

Berdasarkan hasil tes pemetaan geologis, georadar, geolistrik, uji sampling, maupun pengeboran, hipotesis awal menyebutkan bahwa di bawah gundukan batu punden berundak di Gunung Padang itu sempat ada struktur peradaban. “Kemungkinan pembuatan struktur Candi Borobudur pun dulunya belajar dari Situs Gunung Padang,” kata Andi seusai melakukan ekspose penelitian Tim BKP Situs Gunung Padang di Pendopo Kabupaten Cianjur, awal Maret 2012 lalu, sebagaimana diberitakan sejumlah media.

Penentuan umur Situs Gunung Padang berdasarkan dari dua pertanggalan yang dilakukan tim, yakni pertanggalan radio karbon persis di bawah situs pada kedalaman empat meter (menghasilkan tarikh 5.000-an SM) dan dari kedalaman delapan meter (10.000-an SM). Namun menurut tim tersebut, hasil penelitian carbon dating yang dilakukan awal Maret 2012 lalu itu belum final, karena masih berupa indikasi awal.

Menurut pertanggalan yang selama ini dipakai para ilmuwan, diperkirakan batu-batu di Situs Gunung Padang berasal dari masa 9.000-4.000 SM, sementara situsnya berasal dari periode 2.500-400 SM. Dalam rembuk tersebut, Tim BKP diwakili oleh Danny Hilman Natawidjaja. Dia mengungkapkan, dasar penelitiannya adalah pendapat Oppenheimer bahwa pada zaman sebelum 10.000 tahun yang lalu, Nusantara sudah menjadi pusat peradaban.

Berdasarkan hasil pengeboran, Tim BKP menyimpulkan di Situs Gunung Padang secara umum terlihat adanya bentukan-bentukan. Kemungkinan di dalamnya terdapat air atau logam. Bentukan tersebut berada di kedalaman 3-5 meter. Bahkan terdapat reflektor yang sangat kuat di seluruh area situs dengan ketebalan seragam.

Di bawah situs terdapat batu andesit seperti dilumuri lempung. Diperkirakan batu-batu itu merupakan struktur buatan manusia. Struktur tersebut ditemukan sampai kedalaman 15 meter. Namun mulai 17 meter, andesit menjadi masif, bahkan sudah ada air. Struktur dinding kolam andesit ditata berdiri miring. Di selatan teras kelima, ada tanah timbunan. Ada juga rongga berisi pasir seperti diayak. Pasir halus ini mengandung karbon.


Sumbat gunung purba

Sementara itu, peneliti dari Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Prof. Sutikno Bronto, mengatakan Gunung Padang adalah leher atau sumbat lava di dalam kawah gunung api purba, berstruktur kekar kolom yang sudah roboh berserakan. Setelah itu ditata oleh manusia menjadi punden berundak yang digunakan sebagai lokasi pemujaan. Namun karena hal-hal tertentu, mungkin longsor atau gempa bumi, ditelantarkan hingga bertahun-tahun.

Menurut Sutikno, kekar kolom itu dihasilkan dari sedimentasi muntahan gunung purba Karya Mukti, yang menjadi asal-muasal Gunung Padang. Setiap kali Gunung Karya Mukti memuntahkan lahar, ada yang menumpuk di bibir kawahnya dan lama kelamaan berbentuk seperti menara.

Arkeolog Dr. Daud Aris Tanudirdjo mengatakan riset yang dilakukan Oppenheimer, sebagaimana dasar Tim BKP, merupakan isu lama. Lagi pula Oppenheimer tidak menjelaskan fenomena yang terjadi. Dalam pertemuan di Taiwan, teori Oppenheimer banyak mendapat tentangan dari para pakar.

Sebenarnya, menurut Daud, di Manggarai (NTT) ada situs sejenis dengan Situs Gunung Padang, tapi tidak pernah diekspose. Situs tersebut terdiri atas susunan batu yang tertata. Situs tersebut juga berdiri di atas sumbat gunung api sehingga bertarikh relatif baru.

Tentang penggunaan teknologi deteksi bawah tanah, Daud mengatakan belum tentu sesuai harapan. Dia mencontohkan penelitian tentang peradaban Maya di Guatemala. Menurut deteksi, ada ruang sekitar 8 m x 2 m pada kedalaman 10 meter. Ternyata setelah digali sedalam 12 meter, ruang yang dimaksud tidak ditemukan. “Mengacu pada pengalaman itu, kita sangat menghargai upaya penggunaan teknologi karena membantu penelitian arkeologi, tetapi hasil deteksi alat belum tentu sepenuhnya benar,” kata Daud.

Di Australia pernah terjadi cara pengambilan sampel tanah dianggap tidak benar. Akibatnya suatu situs diperkirakan berasal dari 5.000 ribu tahun yang lalu. Ternyata setelah di cek ulang, hanya bertarikh 3.000 tahun yang lalu. Contoh lain yang diberikan Daud adalah Candi Borobudur. Candi ini dibangun di atas bukit asli dan bukit tambahan. Sudah jelas ada lapisan alamiah dan lapisan olahan sehingga pertanggalannya berbeda.

Jadi, menurut Daud, terlalu awal untuk menyatakan keberadaan piramida di dalam Gunung Padang. Pemakaian bor oleh Tim BKP pun patut diragukan. Soalnya, belum diketahui apakah karbon itu terkait betul dengan bangunannya atau tidak.

Isu piramida justru menjadi berkah bagi pariwisata Cianjur, sebagaimana dikemukakan Kepala Disbudpar Kabupaten Cianjur, H. Himam Haris. Sebelum 2009, pengunjung hanya berjumlah 100-200 orang per minggu. Namun sekarang mencapai 2.000 orang per minggu, sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Pimpinan Turangga Seta, Agung Bimo Sutejo, juga diberikan kesempatan berbicara. Agung yakin di Nusantara banyak bertebaran piramida. “Candi Sukuh dan Cetho adalah buktinya,” kata dia.

Rembuk arkeologi tersebut tidak menghasilkan kesimpulan. Namun panitia merekomendasikan agar dibentuk satu tim yang terdiri atas berbagai pihak yang saling berkoordinasi. (djulianto susantio)


Tanggapan

  1. benar tidaknya apa untungnya buat indonesia

  2. sudut pandang saya…. diluar dari segi apa, bagaimana dan kenapa.. saya melihat jelas, bahwa cucu cucu nenek moyang tanah ini lebih suka rebutan kulit dari pada isi maknanya.. apalagi kalau kulitnya tertempel potongan potongan benda yang disebut ‘harta’….barangkali bila ada rasa menyatu dengan tujuan tempat itu dibuat,,, misteri baik isoteris maupun esoterisnya lebih gamblang terungkap.

  3. jika mengacu pada bentuk sebuah bukit/gunung yang simetris mirip dengan piramida di pegunungan kendeng utara (wilayah KABUPATEN PATI JAWA TENGAH antara kecamatan KAYEN dengan kecamatan SUKOLILO) juga terdapat bukit/gunung yang sangat mirip dengan piramida, bagi yang tertarik/berwenang silahkan diteliti guna menambah khasanah keilmuan di nusantara sekaligus menjadi nilai tambah pariwisata……kita yakin peradaban manusia silam bukan hanya pada kisaran seribuan atau belasan ribu tahun lampau …..jika demikian halnya lantas siapa yang mendiami bumi ratusan ribu bahkan jutaan tahun yang lampau…sebagai manusia beriman, dalam berbagai kitab suci sudah disebutkan bahwa banyak umat-umat yang lampau yang dibinasakan oleh TUHAN karena melampaui batas kekufurannya….juga diceritakan bahwa kemajuan peradaban mereka juga melebihi umat kita sekarang…namun banyak dari mereka jejaknya yang belum ditemukan…kita tidak tahu mungkin dinegeri inilah pernah terdapat peradaban yang maju yang dibinasakan tersebut…… menurut ceritera dari para leluhur kita bahwa jawa (nusantara) pernah menjadi tamansarinya dunia dan itu akan kembali terulang entah kapan tergantung kita seberapa besar mengusahakannya………. salam….

  4. Luar biasa pendapat2 ilmuan asing bagi Nusantara, bahkan ditanggapi skeptis oleh sebagian arkeolog terutama yang hidup di jajaran Balarkenas, Arkeolog yang terkungkung rausanfikr bangsa asing hingga membentuk ilmuan copy paste! Nrimo saja apa yang disebut-sebut sebagai bangsa primitif meski di sebut pakar arkeolog! Padahal bukan karena manusia purba nusantara tak mengenal piramid, buat apa membangun sebuah piramid kalau di nusantara banyak gunung yang sama rupanya? Kalau ingin mencapai kebebasan diri mereka tinggal menjambangi tempat tinggi! Kemanakah perginya pembesar bangsa mesir jika ingin moksa?? Ke gunung? Gunung yang mana? Sungai Nil? Jika bukan membangun’gunung palsu’ Siapa yang lebih pintar? Manusia Purba nusantara membangun Punden atau piramida? Kenalilah bangsamu untuk dapat dihargai bangsa lain. Punden berundak adalah maha karya manusia purba asli Nusantara yang yang sudah dipikirkan fungsinya oleh mahluk cerdas yang hidup di tanah ini, nenek moyangku aku takkan rela anda disebut primitif oleh bangsamu sendiri!!! Bayangkan, sudah jadi apa penemuan kapak batu jika pemikiran mereka tidak teganggu bencana dahsyat?


Tinggalkan Balasan ke iskandar Batalkan balasan

Kategori